The Urchins Dan Eksistensi Mereka

Monday, August 4, 2014




Apa yang kita bayangkan bila kita mendengar kata "The Urchins", dalam lingkup kita sebagai penggemar ataupun suporter Liverpool FC? Kata Urchins mungkin tak asing bagi kita terutama bagi yang doyan mengikuti berita tentang Firma atau Ultras suporter sepakbola. Beberapa pesan yang masuk menanyakan bagaimana menurut saya tentang The Urchins yang merupakan Firma yang mendukung Liverpool FC. Saya sendiri sebenarnya tak tahu banyak tentang The urchins, namun dari beberapa sumber web yang saya temukan, semua kompak mengatakan bila The Urchins ini merupakan fans/suporter garis keras yang mendukung Liverpool FC, bahkan ada yang mengatakan, kadar kefanatikan The Urchins sudah seperti meng-agama-kan Liverpool FC. Dalam artikel ini, saya bukan ingin menjelaskan bagaimana The Urchins yang sesungguhnya, namun lebih tepatnya mencoba berdiskusi dengan kalian, apa dan bagaimana The Urchins ini berkelakuan dan tentang eksistensi mereka sampai saat ini.

Seperti Firma yang lainnya, The Urchins ini identik dengan kekerasan dan kebrutalan ala Hooligans Inggris, perusuh, pemabuk dan pembuat onar. Ya memang seperti itulah persepsi yang ada di Indonesia tentang Firma. Namun apakah The Urchins ini masih eksis sampai sekarang, atau sebrutal apa The Urchins dimasa lalu? Perkelahian terparah yang pernah dialami Liverpool FC adalah ketika tragedi Heysel, namun apakan itu benar-benar ulah The Urchins atau karena ulah fans secara luas dan umum, dalam arti bukan atas nama The Urchins. Beberapa hari saya coba mencari tahu tentang The Urchins ini sepertinya memang agak sulit, dan kebanyakan dari web yang saya temukan semua isinya sama saja. Ya mungkin keberadaan Firma di sana memang sangat rahasia dan tertutup, karena memang Hooliganisme di Inggris sangat dilarang. Sehingga pemberitaan tentang The urchins atau Firma yang lainnya sulit ditemukan. Berbeda dengan kita disini, yang hooligan nya ramai-ramai bersuara dan membuka diri ke khalayak umum. Oke kita kembali ke The Urchins, sesangar apa Firma Liverpool FC ini?

Mentok dengan web dalam negeri, saya mencoba mencari tahu tentang The Urchins ke web luar negeri. Dan lagi-lagi hal yang sama terjadi, ternyata sama sulitnya mencari berita tentang The urchins ini. Beberapa situs web yang saya temukan juga belum memuaskan saya. Dari forum-forum tentang LFC, justru banyak juga orang Inggris sana yang menanyakan tentang The Urchins ini. Ini aneh, bagaimana bisa kita menjejaki tentang Urchins ini, sedangkan yang di Inggris sana pun juga mempertanyakan eksistensi mereka. Beberapa member forum itu membenarkan tentang keberadaan The Urchins ini, namun itupun hanya sekedarnya dan sama sekali tak memuaskan, bahkan member forum yang lain seperti seolah menutupi keberadaan Firma ini. Satu tantangan member dalam forum itu yang membuat saya sedikit mengangguk, "Bila The Urchins ini memang pernah besar dan sangat eksis, hal onar apa yang pernah dilakukan oleh The Urchins?" Saya merasa ini adalah sebuah tantangan untuk memburamkan keberadaan The Urchins, dan atau memang ke brutalan The Urchins itu hanya omong kosong.

Mungkin kita harus sepakat, dalam tragedi Heysel sepenuhnya adalah bentrokan fans yang biasa terjadi (yang membuat jadi luar biasa adalah karena bangunan stadion yang buruk), seandainya ada campur tangan The Urchins sebagai biang keladi, hal itu sangat kecil. Karena menurut saya, tragedi di Heysel adalah trauma fans secara umum atas insiden setahun sebelumnya di Roma, dimana ketika itu fans Liverpool FC di lempari batu dan diserang oleh fans Roma. Dan dalam hal kerusuhan sepakbola, The Urchins tak masuk dalam 5 besar sebagai pembuat onar. Dalam 20 tahun terakhir, bahkan fans Liverpool secara umum tak ada pemberitaan telah membuat masalah yang besar. Dari banyak situs web yang saya temukan, terakhir kali ada pemberitaan adalah saat fans Liverpool FC berkelahi dengan fans Chelsea, ketika fans Chelsea dituding meludahi monumen JFT96 di Anfield, dan itupun hanya perkelahian kecil yang dapat cepat dilerai oleh pihak kepolisian. Adapun pemberitaan dari Liverpool Echo, yang menyebutkan ada penikaman terhadap fans Brighton & Albion di awal tahun saat kedua tim bentrok di Piala FA. Namun hal itu tak lantas menjelaskan bila yang melakukannya adalah pihak Urchins, karena ada banyak alasan untuk membantah hal ini. Seperti yang saya tulis sebelumnya, tulisan ini bukan untuk mendeskripsikan The Urchins yang sesungguhnya, namun lebih kearah diskusi, untuk selanjutnya, masing-masing dari kita silahkan menarik persepsi sendiri.

Nah bagaimana persepsi kalian tentang The Urchins ini? sebagai penulis, saya pun memiliki pandangan sendiri tentang The Urchins dan eksistensi mereka. Berikut adalah pandangan saya tentang The Urchins, ini bersifat pendapat pribadi dan bukan mewakili persepsi yang sesungguhnya.

Saya sendiri percaya bahwa The Urchins itu memang ada, sebagai Firma, suporter garis keras atau sebagai sebuah kelompok atau geng. Kemunculan The Urchins menurut saya ramai dibicarakan saat casual kultur mulai ramai menjadi tren saat itu, dimana fans Liverpool memang menjadi salah satu pelopor kultur yang konon digunakan untuk kamuflase ini. Partisipasi Liverpool di Eropa dengan fans yang berbondong-bondong mengikuti pertandingan di luar Inggris menghadirkan nuasan baru yang lebih fresh, yang sebelumnya hooligan di identikan dengan sepatu boots ala skinhead, mulai beralih ke arah casual dengan brand-brand terkenal. Meski kefanatikan The Urchins sudah seperti mentuhankan LFC, namun saya agak ragu bila menyebut The Urchins adalah firma yang besar. Beberapa fans Liverpool FC di sebuah forum, sepertinya justru mengejek keberadaan The Urchins ini. mereka menyebut sebagai berandal kecil, karena kebanyakan dari mereka adalah anak remaja di usia 14-17 tahun. Saya sendiri tak mau mempresepsikan secara tegas tentang The Urchins ini dimasa lalu, yang jelas, The Kop (nama fans resmi LFC) lebih terkenal dari The Urchins ini. Jadi satu hal yang menurut saya dan pandangan saya tentang The urchins ini, mereka mungkin ada, namun eksistensi mereka sekarang tak se-eksis di tahun-tahun ketika Liverpool berjaya.

Liddellpool: Eksplosif, Kuat dan Loyal - Dia Adalah Liddell

Tuesday, May 27, 2014



William Beveridge Liddell, atau yang biasa dikenal sebagai Billy Liddell seorang yang legendaris untuk Liverpool FC sekaligus seseorang yang paling membuat saya penasaran. Beberapa hari terakhir saya mencoba menelusuri jejak Liddell, seseorang yang saya pikir sangat ikonik dimasa membela Liverpool FC. Julukan Liddellpool sempat tersemat kepadanya, ini jelas menimbulkan pemikiran saya kalau Billy Liddell ini adalah salah satu pemain paling berpengaruh saat itu. Dengan rekor 534 pertandingan dan 228 gol, saya kira pikiran saya tak salah bila Liddell adalah pemain besar yang pernah dimiliki Liverpool FC. Berikut adalah tulisan singkat saya hasil dari menelusuri jejak Billy Liddell.

Liddell lahir 10 Januari di Townhill skotlandia dengan nama William Beveridge Liddell, adalah anak seorang penambang batubara. Liddell kecil hidup dalam lingkup keluarga yang sederhana, dimana keluarganya sangat ingin nantinya Liddell menjadi seorang yang lebih baik dari sekedar menjadi penambang batu bara seperti ayahnya. Namun minat kuat Liddell terhadap sepakbola cukup untuk membujuk orang tuanya yang kesulitan keuangan untuk membelikannya sepasang sepatu bola sebagai hadiah natal ketika Liddell berusia tujuh tahun. Sebelum bermain untuk Liverpool FC, Liddell tergabung dalam tim muda lokal Kingseat Juvenlies dan Lochgelly Violet. Bakat yang sangat bagus dan postur yang atletis membuat Liddell diminati oleh Manchester City dan menawarkan Liddell untuk bergabung. Namun pihak Liddell menolaknya, dan berikutnya memilih Liverpool FC sebagai klub profesionalnya.

Adalah Sir Matt Busby, orang yang berperan besar mendatangkan Liddell ke Liverpool FC. Mantan kapten dan manager Manchester United itu mendengar kabar bahwa pihak Liddell menolak untuk bergabung dengan City, dan segera merekomendasikan Liddell kepada manager Liverpool saat itu George Kay dan menyarankan untuk merekrutnya. Hal unik dalam penandatangan kontrak berikutnya adalah adanya perjanjian yang memungkinkan Liddell tetap melanjutkan study nya sebagai akuntan. Orang tua Liddell ingin suatu saat bila Liddell gagal dalam karir sepakbola, Liddell dapat mendapatkan uang dari sebagai akuntan, sebab sebelum menandatangi kontrak dengan Liverpool FC, Liddell telah disewa sebagai akuntan oleh Simon Jude & West di Liverpool. Dengan perjanjian didalam klausul kontrak itu, maka Liddell menjadi satu-satunya pemain Liverpool FC yang menjalankan 2 profesi sekaligus, segagai pemain sepakbola dan sebagai akuntan. Liddell menandatangi kontrak amatirnya pada bulan Juli 1938, dan mendapatkan kontrak profesionalnya pada 17, April 1939. Namun karena pada masa itu sedang pecah perang dunia ke-2, debut Liddell untuk Liverpool terjadi 7 tahun berikutnya, tepatnya pada tanggal 5 Januari 1946. (dalam situs resmi Liverpool Indonesia, ditulis 8 tahun karena 1938 yang merupakan awal Liddell datang sebagai pemain amatir dihitung sebagai awal).

Kisah tentang Liddell ini saya pikir bak sebuah dongen tentang bagaimana loyalitas seseorang terhadap panji-panji yang dibelanya. Seseorang yang konon dikatakan sebagai salah satu pemain yang berpengaruh untuk Liverpool FC ini tak bergeming ketika Liverpool FC mengalami masa buruk dan harus bermain di divisi 2, dia tetap tinggal di Liverpool FC. Bila kita lihat bagaimana peringkat Liddell di 100PWSTK (100 Players Who Shook The Kop) berada diperingkat 8 per tanggal 31 Juli 2013, tak bisa dipungkiri bila Liddell adalah pemain yang hebat saat itu. Mungkin Liddell sedikit tak beruntung dimana karir nya berada pada masa setelah perang, dimana catatan tentang dirinya mungkin tak banyak ditemukan, namun hasil kehebatannya dari mulut ke mulut saya rasa cukup untuk membuktikan bila Billy Liddell memang pantas dijadikan sebagai model olahragawan muda pada masanya. Dengan rekor 534 laga dan 228 gol, saya rasa ini cukup untuk menjadi alasan mengapa Liddell pantas dikenang sebagai seorang pemain besar. Mungkin bila ada hal yang disayangkan adalah Liddell bermain ketika Liverpool FC sendiri berada pada masa-masa yang kurang bagus. Namun beberapa pendapat mengatakan, mungkin bila tak ada Liddell yang bermain untuk Liverpool FC ketika itu, bisa saja dan sangat mungkin Liverpool FC jauh lebih terpuruk. Liddell sendiri selama karir nya memperkuat Liverpool FC hanya mendapatkan satu gelar, yaitu juara Divisi 1 1946/1947, dan sekali Runner up Piala FA. Sampai pada akhir karir nya di Liverpool FC, pada tahun 1960 Liddell tetap menjadi sosok yang masih dibanggakan hingga saat ini.

Liddell Dan Catatan Unik

- Liddell menjadi satu-satunya pemain Liverpool FC dengan dua profesi sekaligus. Selain menjadi pemain Liverpool FC, Liddell juga pernah bekerja paruh waktu untuk sebuah kantor di Liverpool sebagai akuntan.

- Di era 1950'an karena kontribusi nya yang sangat besar buat Liverpool FC, membuat klub dijuluki Liddellpool.

- Sampai saat tulisan ini saya buat, Liddell adalah pemegang rekor sebagai pencetak gol paling tua untuk Liverpool FC, yaitu pada usia 38 tahun 55 hari.

- Pada masa perang, Liddell bermain 152 penampilan dan mencetak 82 gol, para pewarta berita kala itu menyebut Liddell adalah penemuan terbaik dimasa perang. Sayangnya catatan ini tak dimasukan sebagai pertandingan resmi.

- Saat menjuarai Divisi 1 1946/1947 (Premier) Liddell hanya mencetak 7 gol di Liga, dan pada 1953/1954 saat Liverpool FC harus terlempar ke Divisi 2 (Championship) Liddell juga hanya mencetak 7 gol di Liga.

- Meski Liddell bergabung bersama Liverpool FC pada tahun 1938 dan menandatangi kontrak profesionalnya pada 1939, namun Liddell baru memulai debut resminya pada tahun 1946. Hal itu dikarenakan liburnya kompetisi akibat pecahnya perang.

- Pada tahun 1950, Liddell hampir menjadi salah satu ekspor pertama pemain Inggris ketika ia ditawari kontrak oleh salah satu klub di Kolombia. Diperkirakan jumlah kontrak nya mencapai £ 12,000 (menurut wikipedia pertanggal 27/05/2014) dan £ 2,000 (menurut situs resmi liverpoolfc.com pertanggal 27/05/2014. atau bisa langsung klik di http://www.liverpoolfc.com/history/past-players/billy-liddell ).


Sumber: Wikipedia, liverpoolfc.com, indonesia.liverpoolfc,com, lfchistory.net dan berbagai sumber

Bob Shankly atau Bill Paisley?

Friday, May 23, 2014



Mungkin kalian mengira saya telah salah menulis nama kedua legenda Liverpool FC ini, tidak, saya sedang ingin mencoba menggambarkan tentang keduanya, kira-kira siapakah yang terbaik dari kedua orang itu. Sejatinya nama depan Shankly adalah "Bill" dan nama depan Paisley adalah "Bob". Ya tapi disini mari kita coba mengira-ngira siapakah diantara keduanya yang pantas mendapatkan gelar sebagai yang terbaik di Liverpool FC. Mungkin ini tidak etis, karena keduanya merupakan legenda besar bagi klub, tapi tak ada salahnya bila kita mengupas bagaimana Bill dan Bob bekerja dan apa saja jasa kedua orang ini. Sekali lagi, tulisan ini hanyalah pendapat pribadi saya, dan bila ada pembaca yang merasa keberatan, semoga dapat memakluminya.

Tak dapat dipungkiri, tak ada orang yang paling berjasa membangun Liverpool FC melebihi jasa seorang Bill Shankly. Ya Shankly mungkin orang yang paling bertanggung jawab atas keadaan Liverpool FC saat ini, dan itu saya rasa mutlak. Namun bagaimana bila timbangannya adalah prestasi? Bill Shankly berhasil memenangkan 9 gelar dalam 15 tahun. Dan Bob Paisley memenangkan 19 gelar dalam 9 tahun karirnya di Liverpool FC sebagai pelatih. Dalam hal prestasi dan perebutan gelar, Bob Paisley lebih unggul ketimbang Bill Shankly, namun apa hanya dengan prestasi saja semuanya itu dinilai? Saya rasa ada banyak hal yang membuat seseorang begitu besar dijadikan legenda oleh sebuah komunitas, golongan atau klub dalam hal ini Liverpool FC. Bob Paisley sedikit lebih beruntung, Paisley memulai ketika keadaan telah lebih baik ketimbang Shankly. Paisley memulai ketika dasar-dasar klub telah terbentuk, dan Shankly lah orang yang membentuk dasar itu. Saya berpikir kita semua setuju Shankly berada sedikit diatas Paisley bila diurutkan berdasarkan ranking sebagai orang yang paling berpengaruh di Liverpool FC.

Namun semua itu kembali kepada pendapat kita masing-masing, namun bila kita mau jujur, pada masa awal kepemimpinan Shankly, Liverpool FC belum sukses besar, sampai akhirnya Paisley ikut bergabung bersama Shankly. Jadi ada pendapat yang menyimpulkan bahwa Shankly dan Paisley setara dalam hal jasa. Seperti yang dikatakan seorang jurnalis John Keith, kurang lebih seperti ini: "Bila Shankly yang menyalakan api, maka Paisley yang menjadi pemicunya". Bila benar ini yang menjadi sebuah ungkapan, maka jelas Shankly bekerja bersama-sama dengan Paisley dan bisa jadi Paisley mungkin lebih berperan (meski itu hanya kepada intern klub). Mungkin sekali lagi, pembaca akan sedikit tak rela untuk menerima ungkapan John Keith yang seolah-olah menyebut Paisley lebih berjasa ketimbang Shankly. Tapi menurut saya pribadi, hal itu adil, dan bila memang begitu kenyataannya, maka satu hal yang paling dapat dijadikan nilai lebih untuk Shankly adalah, Shankly dapat meracuni setiap sudut Liverpool FC dengan segala kehendaknya. Yap!! Shankly seorang motivator, seorang yang berapi-api dan orang yang selalu berteriak-teriak disetiap tahunnya untuk menuntut dana guna mendapatkan pemain. Ya, mungkin Paisley yang menjadi pelengkap kekurangan Shankly, namun pada dasarnya, Shankly lah yang menanam dasar-dasar yang ada pada Liverpool FC, bukan sekedar prestasi, Shankly melakukan lebih jauh dari sekedar jumlah trofi, Shankly telah menumbuhkan antusias, membangun, dan mendirikan Liverpool FC.

Tanpa mengurasi rasa hormat terhadap Bob Paisley, biar bagaimana pun, sosok Paisley juga patut disandingkan dengan Shankly. Kecerdasan Paisley yang dapat mendiagnosa cidera adalah hal yang sangat spesial. Konon dikatakan, Paisley dapat mengetahui apakah pemain menderita hanya dari melihat cara pemain itu berjalan. Selain itu, Paisley juga sangat pandai melihat bakat pemain. Mungkin kini saatnya kita membicarakan satu dengan yang lainnya, maksud saya adalah saat kita berbica tentang Shankly, maka disana tak akan lepas dari nama Bob paisley begitu juga sebaliknya. Betapa pun dalamnya dasar yang dibangun Shankly, Paisley orang pertama yang mempertahankan dasar itu. Dan bila ada ungkapan, Shankly lah orang yang pertama menumbuhkan antusiasme di Liverpool FC, maka Paisley lah orang pertama yang melanjutkan antusiasme itu. Sampai pada akhirnya mereka berdua dapat bersandingan dengan segala apa yang mereka punya.

Mungkin ini tak bagus, namun apapun itu semua saya kembalikan kepada penilaian masing-masing. Faktanya adalah ada banyak hal yang saya tidak ketahui tentang mereka berdua. Saran dan kritik tentu akan sangat membantu agar blog ini dapat terus berkembang dan menyajikan tulisan-tulisan yang lebih bermanfaat. Terima kasih... #YNWA


Sumber: bobpaisley.com, liverpoolfc.com, lfchistory.net, wikipedia, dan berbagai sumber










35668, Kapan Liverpool FC Merayakan Ulang Tahun

Friday, May 2, 2014


35668, Apa kalian tau kop maksud angka-angka itu? Ya mungkin banyak dari kita yang tidak tau apa arti nomor itu bagi Liverpool FC. Sebelum menjelaskan apa arti angka-angka itu, mari kita buka diskusi ini dengan kembali kita mengenang masa lampau tentang bagaimana dan lebih detailnya, kapan Liverpool FC terlahir. Selama ini kita mengetahui bahwa hari ulang tahun klub adalah tangga 15 Maret, (menurut wikipedia, per tanggal 2, Mei 2014) dan 3 Juni (menurut situs resmi klub indonesia, bisa buka disini). Namun tahu kah kalian, bila angka-angka diawal tadi memberikan kita tanggal lain yang merujuk pada kapan Liverpool FC terlahir. Sejatinya, saya sendiri tetap meyakini apa yang telah tertulis di situs resmi klub, yaitu tanggal 3 Juni setiap tahunnya. Namun beberapa hari yang lalu, saya sempat menemui sebuah artikel yang membahas tentang tanggal lahir Liverpool dengan beberapa bukti yang menurut saya sangat menarik.

Lalu apa arti dari angka-angka diatas? Yap, angka-angka diatas adalah nomor registrasi Liverpool ketika pertama kali mendaftar sebagai Everton Football Club and Athletic Ground Company, Limited. Lho kok Everton? Ya pada awal registrasi, John Houlding sebagai pemimpin klub memilih nama itu sebelum akhirnya berganti menjadi Liverpool Football Club and Athletic Ground Company, Limited. Sebagai permulaan, mari kita teliti satu-persatu tentang bagaimana atau kapan sebenarnya Liverpool FC lahir. Sebelum saya lanjutkan, saya akan menjelaskan lagi, bahwa artikel ini bukan untuk dijadikan patokan, melainkan hanya sebagai bahan diskusi semata.

26 januari 1892, Ya, pada tanggal inilah Everton Football Club and Athletic Ground Company, Limited yang menjadi cikal bakal Liverpool Football Club and Ground Company terbentuk. Kita semua tentu tau tentang perselisihan antara anggota direksi Everton FC (Merseyside Blue) dengan John Holding. Pada malam sebelumnya 25 Januari 1892, Everton FC (blue) mengadakan pertemuan direksi di College Hall Shaw Street. Pertemuan ini membahas tentang kemungkinan Everton FC (blue) pindah markas dari yang sebelumnya di Anfield bergerak ke Goodison Road. Pada saat pertemuan itu sendiri, John Houlding yang kala itu juga sebagai pemimpin di Everton FC (blue) tidak dapat hadir tanpa alasan yang jelas. Dan pada rapat itu pula, William Barclay yang kala itu menjabat sebagai wakil presiden Everton FC (blue) menyatakan mundur dan selanjutnya Barclay bergabung bersama John Houlding.

Namun pada keesokan harinya, 26 Januari 1892, John Houlding diberitakan media massa telah mendaftarkan perusahaan barunya dengan nama Everton Football Club and Athletic Ground Company, Limited yang nantinya akan berubah menjadi Liverpool Football Club and Athletic Ground Company, Limited. Nah disinilah angka-angka itu berbicara, 35668 menjadi nomor registrasi resmi Liverpool FC sebagai perusahaan. Dan sampai sekarang nomor itu yang selalu di gunakan Liverpool FC sebagai nomor registrasi resmi mereka sebagai perusahaan. Bagi yang ingin lihat, bisa buka link ini http://indonesia.liverpoolfc.com/legal/terms-and-conditions

Lalu bagaimana cara mengetahui kalau nomor registrasi itu terdaftar pada tanggal 26 Januari 1892? Kalian bisa mengeceknya disini dan kalian bisa menemukan data tentang Liverpool FC disana. Lebih jelasnya saya akan lampirkan gambarnya, berikut adalah hasil screen capture yang saya simpan.


Gambar diatas menunjukan kalau Liverpool FC terdaftar dengan nomor 0035668 selanjutnya kalian akan menemukan tanggal peresmiannya adalah tanggal 26 Januari 1892. Nah bagaimana sampai disini? Baiklah selanjutnya kita bahas bagaimana dengan tanggal 15 Maret 1892.

15 Maret 1892, merupakan rapat tahunan yang diadakan oleh Everton FC (blue), dan pada rapat itu John Houlding yang sebelumnya menjabat sebagai presiden klub telah dihapus setelah para anggota melakukan pemungutan suara. Nah kini Everton FC (blue) bercampur dengan Everton FC & Athletic Ground Company, Limited (red). Selanjutnya, Houlding dan beberapa teman yang setia kepadanya membentuk sendiri klub yang nantinya akan mengisi kekosongan di Anfield yang ditinggalkan oleh Everton FC (blue). Dengan Everton FC & Ground Company sebagai landasannya, Houlding mulai serius untuk membangun sebuah klub baru. Mungkin dari sinilah awal kisah mengapa sampai saat ini masih ada media yang memberitakan hari ulang tahun Liverpool FC adalah tanggal 15 Maret. Sebelum mengambil keputusan, mari kita meluncur ke tanggal berikutnya, yaitu 3 Juni 1892.

3 Juni 1892, tanggal yang secara resmi dirayakan sebagai ulang tahun Liverpool FC oleh Official resmi LFC. Namun tahukan kalian apa yang terjadi pada tanggal 3 Juni 1892? Pada tanggal ini dimana nama sebelumnya, yaitu Everton Football Club & Athletic Ground Company, Limited berubah nama menjadi Liverpool Football Club & Ground Company. Ya, kala itu Everton bentukan Houding dinyatakan kalah dan tak boleh menggunakan nama yang sebelumnya telah ada. Berikut saya lampirkan gambar sertifikat yang dikeluarkan oleh Panitera Saham Gabungan Perusahaan yang memasukan nama baru di register yang terdahulu, alias perubahan nama dari Everton Football Club & Athletic Grounds Company, Limited menjadi Liverpool Football Club & Athletic Ground Company, Limited.



Nah, sekarang bagaimana kop? Sekali lagi, artikel ini hanya sebagai bahan diskusi semata, untuk pertanyaan kapankah ulang tahun Liverpool FC, silahkan kalian diskusikan di kolom komentar.

Namun saya akan mencoba menambahkan sedikit tentang artikel ini, menurut saya, mengapa Oficcial merayakannya pada tanggal 3 Juni, saya beranggapan karena pada tanggal 26 januari 1892, Liverpool FC yang saat itu meregistrasi sebagai Everton FC & Athletic Ground Company, Limited adalah hanya sebagai perusahaan yang bergerak di bidang fasilitas olahraga. Bila kita cermati hal itu tertulis pada gambar pertama di kolom blok coklat baris kedua. Disana tertulis perusahaan bergerak di bidang fasilitas olahraga. Namun lebih jauh saya tak mau berspekulasi, selanjutnya saya serahkan kepada pembaca untuk mendiskusikannya.


Sumber: indonesia.iverpoolfc.com kjellhanssen.com liverpoolfc.com wikipedia dan berbagai sumber

Barclay, McKenna Atau Keduanya?

Tuesday, April 22, 2014


Siapa manager pertama Liverpool FC? Kali ini saya mencoba untuk membuka diskusi tentang siapa diantara William Barclay atau John McKenna yang lebih dulu menjadi manager Liverpool FC? Atau keduanya bekerja bersama-sama sebagai manager dalam rentang waktu yang sama? Dari banyak artikel yang saya cari, hasilnya sangat beragam, ada yang menyebutkan John McKenna sebagai manager pertama Liverpool FC, ada pula yang yang menyebut William Barclay sebagai yang pertama. Dari Wikipedia sendiri, mereka menempatkan kedua orang itu sebagai yang pertama atau mereka berdua menjabat sebagai manager pada rentang waktu yang sama. Lebih detail, sumber dari wikipedia menyebutkan, Barclay mengurusi administrasi klub dan McKenna mengurusi situasi di lapangan. Dalam situs resmi Liverpool FC, tertulis Barclay berada diatas McKenna walau penandaan tahun jabatannya sama yaitu 1892-1896. Sepertinya situs Official Liverpool FC sendiri sangat berhati-hati dengan hal ini, mereka menulis Barclay sebagai Sekretaris Manager dan McKenna sebagai Pelatih Manager. Entah bagaimana pembagian tugas ini, namun bila merunut dari sumber resmi klub yang mengatakan McKenna sebagai "Pelatih Manager" seharusnya McKenna lah yang tertera sebagai manager pertama Liverpool FC. Hal ini jelas pada masa sekarang bagaimana tugas manager pada sepakbola saat ini.

Tapi mengapa rilis resmi dari Liverpool FC sendiri menempatkan Barclay dan McKenna pada tempat yang sama, dengan rekor pertandingan yang sama, dan masa jabatan yang sama? Barclay memang turut andil besar terhadap terbentuknya sebuah tim, namun bila McKenna yang menjabat sebagai "Pelatih Manager", dan mengurusi kepelatihan dan lapangan,  tentu rekor pertandingan itu lebih pas bila hanya disematkan pada McKenna. Ya tetapi apapun itu, masalah ini sangat jauh dari masa sekarang, dan masa itu sangat terbatas bagaimana sumber dapat bertahan setelah melewati beberapa masalah seperti perang. Tulisan ini bukan untuk menegaskan tentang siapa yang pertama atau lebih berhak atas gelar "first manager" Liverpool FC. Namun alangkah baiknya bila kita mencoba mengkaji dan saling berbagi informasi tentang klub yang kita cintai ini.

Data & Fakta

Yang pertama kita mencermati tentang Barclay, berikut saya lampirkan gambar susunan direksi diawal terbentuknya Liverpool FC.

Dari salinan diatas, tertulis William Barclay sebagai sekretaris, dan McKenna hanya sebagai direksi klub. Dari tulisan sebelumnya di awal paragraf, Barclay dan McKenna menjabat sebagai sekretaris, ya karena pada salinan gambar susunan direksi diatas tak ada satupun yang menempati jabatan sebagai manager. Hal yang mungkin terjadi adalah, pemahaman tentang jabatan "sekretaris" pada sebuah klub pada masa lampau. Bisa jadi jabatan "sekretaris" itu yang dimaksud dengan "manager" pada sepakbola jaman sekarang, bila hal itu benar, maka William Barclay lah manager pertama Liverpool FC. Berikut saya lampirkan lagi salinan dari Football League Rule Handbook of 1893-1894.

Dalam, salinan yang memberikan daftar sekretaris semua klub peserta, tertera nama William Barclay sebagai perwakilan klub. Gambar diatas merupakan bukti bila Barclay adalah sekretaris/manager pertama Liverpool FC. Atau apabila memang masih kurang setuju, kita dapat menyebutnya, Barclay mempunyai andil lebih besar terhadap klub ketimbang McKenna saat itu, ini jelas karena Barclay mewakili Liverpool FC dalam salinan itu.

Berikutnya, kita akan melihat dimanakah letak nama John McKenna, berikut gambar salinan yang lain pada tahun 1895-1896.

Pada tahun 1895-1896 nama John McKenna tertera sebagai perwakilan Liverpool FC. Mungkin kalian bertanya, dari mana saya tau gambar diatas adalah salinan tahun 1895-1896? Di barisan bawah tertera perwakilan dari Manchester City atas nama Sam Ormerod, kalian bisa browsing dan akan menemukan benar bila Sam Ormerod adalah perwakilan Manchester City pada tahun 1895-1896. Dan dalam data yang saya temui (wikipedia) menulis Sam Ormerod sebagai manager Manchester City pada era 1895-1902. Bila benar apa yang dimaksud dengan sekretaris disalinan pada gambar diatas adalah manager, maka jelas sudah bila Barclay lah manager pertama Liverpool FC. Tapi mereka bekerja sebagai sebuah kesatuan dan tak dapat dipisahkan. Baiklah bila kita berpikir seperti itu, tapi yang perlu diingat, dalam kasus ini, dan dalam sepakbola kita mengenal yang namanya "pelatih kepala". Mungkin Barclay dan McKenna bekerja bersama, namun dengan ditunjuknya Barclay sebagai perwakilan Liverpool FC, paling tidak Barclay lebih berhak untuk menyandang sebagai "pelatih kepala" pada saat itu. Dan bila kita ambil data dari salinan diatas, John McKenna menjabat sebagai manager Liverpool FC hanya pada musim 1895-1896 sebelum akhirnya di gantikan oleh Tom Watson.

Bagaimana Kop? Setuju atau kalian punya analisis sendiri?


Sumber: wikipedia, liverpoolfc.com, kjellhansen.com, dan berbagai sumber

Tommy, Kisah Dari Lembah Sungai Merah


Poor Scouser Tommy, ya Tommy. Entah sebuah karakter nyata atau hanya fiksi, yang pasti kisah tentang Tommy dalam lagu Poor Scouser Tommy ini begitu menarik. Sebuah lagu yang selalu dinyanyikan oleh pendukung Liverpool FC sejak lama, dan hingga kini masih sering terdengar. Untuk beberapa waktu saya mencoba menelusuri internet untuk mengetahui bagaimana lagu ini bisa begitu lekat dengan Liverpool FC, siapakah penciptanya, dan bagaimana kisah dibalik lagu ini. Ya, tapi tak ada kejelasan yang pasti tentang lagu ini, atau bagaimana pertama kali muncul dan di nyanyikan oleh The Kop, hanya beberapa situs menjelaskan kalau lagu Poor Scouser Tommy ini mulai dinyanyikan sekitar tahun 1960-an.

Dalam beberapa artikel yang saya temui, sebenarnya lagu Poor Scoser Tommy bukanlah asli hasil ciptaan, melaikan saduran dari lagu lawas. Dari artikel itu, beberapa menulis tentang The Sash sebagai sumber saduran, dan yang lainnya menyebutkan bahwa lagu Poor Scouser Tommy ini merupakan gabungan 2 nada dari 2 lagu yang berbeda. Lagu yang pertama adalah lagu dengan judul "Red River Valley" dan dibagian kedua nadanya menyadur lagu "The Sash". The Sash sendiri merupakan lagu balada rakyat yang mengenang tentang kemenangan Raja William di Irlandia. Lagu ini dinyanyikan juga oleh fans Rangers FC karena Raja William merupakan seorang Protestan, dan dia pula yang berhasil menggulingkan James II yang merupakan perwakilan Katolik dalam sebuah Revolusi Agung di tahun 1688. Jadi dari sini jelas, kalau lagu Poor Scouser Tommy adalah lagu saduran dari 2 nada lagu, "Red River Valley" pada nada awal dan "The Sash" pada nada yang kedua.

Meski lagu ini terdengar sejak tahun 1960-an, namun ditahun 1982, ketika Derby Merseyside Liverpool FC berhasil mengalahkan Everton dengan Ian Rush mencetak 4 gol ke gawang Everton, Liverpool sendiri akhirnya menang telak dengan 5 gol tanpa balas. Dari sinilah bait terakhir dari lagu Poor Scouser Tommy itu muncul. Beberapa artikel yang saya temui juga membahas tentang lirik yang rancu, dimana dalam beberapa lirik ditulis sebagai "Under The Arabian Sun" atau "Under The Radiant Sun", namun beberapa diantaranya (lebih banyak) menyebutkan bila lirik yang benar adalah "Under The Libyan Sun". Secara garis besar, lagu ini mengisahkan tentang seorang pemuda miskin bernama Tommy yang dikirim oleh negaranya untuk berperang. Dan dalam perang itu, Tommy harus tewas karena tertembak oleh senjata Nazi. Dalam sisa nafasnya, Tommy masih sempat mengucapkan beberapa kata dan dia berbicara kalau dia seorang Liverpudlian (warga kota Liverpool) dan menunjukan betapa bangganya dia menjadi seorang Kopite.

Puisi Dave Kirby Tentang Tommy

Mungkin, Tommy hanyalah karakter fiksi, namun kisah Tommy mungkin dapat menginspirasi kita tentang bagaimana terlibat dalam perang besar yang tak dapat di hindari. Tentang kecintaan terhadap Liverpool FC dan tentang perjuangan hidup. Disini saya akan mencoba merangkum kisah Tommy yang saya ambil dari puisi milik Dave Kirby.

Tommy adalah seorang bocah yang sangat gemar bermain sepakbola, dan sangat mencintai Liverpool FC. Seorang yang miskin, yang hidup pada hari sebelum Hitler mengamuk dan menabuh genderang perang dunia ke-dua. Seperti anak-anak miskin lainnya, Tommy terbiasa meminjam, mengemis atau mencuri untuk sekedar mengisi perut. Bersama teman-temannya, Tommy terbiasa mencuri, bukan untuk keserakahan, namun atas dasar kebutuhan hidup.
Tommy tumbuh dewasa dan dia sering menyaksikan Liverpool FC bertanding. Dia akan selalu berusaha untuk pergi ke Anfield disetiap minggunya, berteriak, bernyayi dan terkadang dalam keadaan mabuk Tommy terhanyut dalam euforia menyaksikan kemenangan Liverpool. Namun hal itu seketika menjadi sebuah hal yang suram ketika dalam tahun-tahun berikutnya, Tommy harus dikirim bersama pemuda lainnya untuk berperang ketika Hitler murka. Tommy bertugas di Afrika Utara, dimana lalat-lalat berterbangan serta tak ada apapun kecuali padang pasir. Dalam sebuah kekacauan, panzer-panzer Jerman yang mulai menyerang, Tommy terjebak, dan akhirnya senapan tua Nazi berhasil merobohkannya. Dalam hembusan nafas terakhirnya, Tommy sempat menarik tentara disebelahnya dan berbisik kalau dia adalah seorang Liverpudlian dan pendukung Liverpool FC. Sebuah kalimat yang menjadi warisan abadi untuk Tommy yang hingga kini kita masih sering menyanyikannya. Kita mengenangnya sebagai pahlawan yang rela berkorban untuk membebaskan kita semua. Jadi saat kita semua berbaris dan menyanyikan lagu tentang Tommy, maka semua akan selalu mengingat jasa Tommy dan jutaan orang yang meninggal dalam perang itu.

Kisah diatas saya rangkum dan saya terjemahkan secara acak dari puisi Dave Kirby, tentu saya bukan ahli dalam menerjemahkan bahasa, terlebih itu adalah sebuah puisi yang tentunya banyak kata-kata kiasan yang sebenarnya saya sendiri takut menghadapi kerancuan. Saran, tambahan serta masukan akan sangat membantu. Terima kasih "You'll Never Walk Alone"


Sumber: liverpoolfc.com, redandwhitekop.com, wikipedia, dan berbagai sumber

Paisley, Paman Bob Yang Memenangkan Segalanya

Friday, April 18, 2014


Robert "Bob" Paisley (23 Januari 1919 - 14 Februari 1996) adalah manager Liverpool FC dalam kurun waktu 1974-1983. Paisley merupakan manager tersukses Liverpool yang menjadi momok bagi klub-klub Liga Inggris atau pun Eropa. 19 gelar dalam 9 musim karir kepelatihan, merupakan prestasi yang sangat sulit diulangi oleh pelatih manapun. Paisley memulai karir sepakbolanya di klub Bishop Auckland pada tahun 1937-1939, dalam rentang itu, Paisley dikenal sebagai bek kanan yang handal. Pada tahun 1939, Paisley bergabung bersama tim utama Liverpool FC, dan sempat merasakan cuti panjang akibat pecahnya perang dunia sampai dengan 1946. Dimusim pertamanya setelah cuti panjang akibat perang dunia ke-2, Paisley langsung memenangkan gelar pertamanya bersama Liverpool FC, namun sayang, gelar itu menjadi yang pertama sekaligus yang terakhir sebagai pemain hingga Paisley pensiun di tahun 1954. Paska Paisley pensiun, keadaan Liverpool FC memburuk, Liverpool mengalami periode dimana klub harus terdegradasi ke Divisi II.

Pensiun sebagai pemain, Paisley masuk kedalam jajaran staf Liverpool dibawah kepelatihan Shankly pada tahun 1959. Paisley, seorang pria dengan cardigan wol yang biasa ia pakai menjadi saksi ide-ide brilian bersama Shankly, yang membawa Liverpool FC kemasa-masa awal kejayaan di musim 1963/1964 hingga 1973/1974 dimana akhir dari kepemimpinan Shankly. Paisley yang menggantikan Shankly sebagai pelatih sepertinya telah tahu apa yang harus dilakukannya. Di era Paisley Liverpool FC benar-benar menjadi klub yang tangguh di Eropa. Paisley pula-lah yang memberikan gelar Liga Champion pertama untuk Liverpool FC di tahun 1977. Satu hal yang istimewa ketika tahun 1979, Liverpool FC berhasil menjuarai liga dengan hanya 16 kali kebobolan dalam 42 laga. Atas segala prestasi yang diukir Liverpool FC, Paisley telah beberapa kali menyabet gelar LMA Manager of The Year, 1976, 1977, 1979, 1980, 1982 dan 1983.

Rekrutan terbesar Paisley adalah saat Paisley berhasil membubuhkan tanda tangan Kenny Dalglish dari Celtic seharga 440,000 Pound pada bulan Agustus 1977, untuk menggantikan Kevin Keegan yang hengkang ke Hamburg. Bila Bill Shankly yang menyulut api di Liverpool, maka Paisley adalah orang yang mengipasinya. Permainan taktis yang menakjubkan adalah hal yang paling menyenangkan untuk di ingat oleh fans Liverpool kala harus mengenang Paisley.

Berikut adalah beberapa data tentang masa kepelatihan Bob Paisley di Liverpool FC, satu-satunya klub yang pernah ia tangani.

BOB PAISLEY
1974 – 1983
Honours:
Div 1 Champions 1976, 77, 79, 80, 82, 83
League Cup 1981, 82, 83
European Cup 1977, 78, 81
UEFA Cup 1976
European Super Cup 1977
Games 535
Games Won 308
Games Drawn 131
Games Lost 96



Sumber: Wikipedia, kopitesside-id.blogspot.com dan berbagai sumber

No Place Like Rome, Ujian Joe Fagan Dan Gelar Ke-4 Liverpool Di Eropa

Wednesday, April 9, 2014


Piala Champion 1984, Liverpool FC kembali tampil di final untuk yang keempat kalinya. Pada final yang di helat di Stadion Olympico Roma, Liverpool berhadapan dengan AS Roma. Ini jelas merupakan pertandingan yang berat, selain karena partai final, tempat diselenggarakan partai ini merupakan kandang dari AS Roma, lawan Liverpool di final. Liverpool berhasil masuk ke Liga Champion karena berhasil menjuarai Liga Inggris di tahun 1982/83. Sejatinya, Olympico bukanlah stadion pertama yang disambangi oleh Liverpool, pada tahun 1977, di partai final pada ajang yang sama, Liverpool FC pernah merasakan kemenangan di Olympico, namun kala itu lawannya juga tim dari luar Italia.

No Place Like Rome, menjadi slogan yang tepat untuk menandakan kemenangan kedua Liverpool FC di Olympico dan gelar ke empat Liga Champion. Keraguan berada di pihak Liverpool, selain karena saat itu Liverpool sedang peralihan kursi kepelatihan dari Bob Paisley ke Joe Fagan, Liverpool juga harus bertarung menghadapi tuan rumah yang sesungguhnya. Pada perhelatan 1984, Liverpool FC harus melewati 4 fase untuk bisa sampai di Final.

Di fase pertama, Liverpool menghadapi wakil dari Denmark Odense. Dalam pertandingan ini, Liverpool FC tak menemui kesulitan yang berarti. Leg pertama yang di gelar di kandang Odense, Liverpool berhasil menang dengan skor 1-0. Dan berikutnya, leg kedua yang di gelar di Anfield, Liverpool berhasil mencukur tim tamu dengan 5 gol tanpa balas. Agregat 6-0 memastikan Liverpool FC ke fase berikutnya, lawannya adalah Athletic Bilbao. Pada pertandingan di fase ini, Liverpool FC di buat kesulitan, leg pertama yang di selenggarakan di Anfield berakhir dengan skor 0-0. Hal ini mengerikan, karena leg kedua akan di lakukan di San Mames kandang Bilbao. Saat itu Bilbao punya rekor bagus bermain dikandang, namun berkat pengalaman di Eropa, Liverpool berhasil mengatasi Bilbao dengan skor tipis 1-0, gol di ciptakan oleh Ian Rush. Kemenangan Liverpool terhadap Bilbao di San Mames cukup untuk menghantarkan Liverpool ke fase selanjutnya.

Di perempat final, Liverpool menghadapi raksasa Portugal, Benfica. Leg pertama Liverpool bermain di Anfield, Liverpool berhasil mengalahkan Benfica dengan skor tipis 1-0. Hasil itu memaksa Liverpool FC untuk tidak tenang di leg kedua yang akan digelar di Estadio Da Luz, Benfica. Namun lagi-lagi Liverpool berhasil mengatasi lawannya di laga tandang, Liverpool berhasil menang dengan skor meyakinkan 4-1, dan menjadikan agregat menjadi 5-1. Liverpool FC berhasil maju ke fase berikutnya. Di fase selanjutnya yang merupakan semifinal, Liverpool FC berhadapan dengan juara Rumania Dinamo Bucuresti. Pertandingan leg pertama yang di gelar di Anfield berjalan cukup keras, namun akhirnya Liverpool berhasil mengatasi perlawanan Dinamo Bucuresti dengan skor 1-0. Di leg kedua yang dilakukan di Rumania, Liverpool berhasil melumat Dinamo Bucuresti dengan skor 2-1, dan menjadikan agregat 3-1 dan membawa Liverpool FC ke final untuk yang ke empat kalinya.

30 Mei 1984, Liverpool FC menghadapi AS Roma di partai puncak. Keadaan sepertinya akan berpihak kepada AS Roma sebagai finalis sekaligus diuntungkan karena laga itu di helat di kandang mereka, Stadion Olympico. Di hadapan 69,693 penonton, Liverpool FC berhasil unggul lebih dulu lewat kaki Phil Neal di menit '13. Namun di penghujung babak pertama, AS Roma berhasil menyamakan kedudukan lewat gol yang di ciptakan oleh Roberto Pruzzo. Di babak kedua tak ada satu gol pun yang tercipta, dan pertandingan terpaksa dilanjutkan dengan perpanjangan waktu. Di masa perpanjangan waktu pun tak ada satu gol yang tercipta, dan memaksa pertandingan dilanjutkan dengan tendangan penalti. Pada laga ini lah Bruce Grobbelaar mencoba memecah konsentrasi pemain Roma dengan gerakan menggoyang-goyangkan kakinya saat penalti diambil oleh pemain Roma. Grobbelaar berhasil, setelah tendangan Graziani melambung diatas mistar gawang, kemudian Alan Kennedy berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik. 4-2 Liverpool berhasil menuntaskan perlawanan Roma dan menjadi juara untuk yang keempat kalinya.

No Place Like Rome, yaa... kota Roma telah mendatangkan 2 piala Champion untuk Liverpool. 30 Mei 1984 menjadi tanggal yang bersejarah, menjadi tanggal yang indah buat fans Liverpool FC. Namun ada kejadian yang tak mengenakan, dimana fans Roma yang tak terima dengan kekalahan ini mencoba menyerang fans Liverpool di luar stadion. Ada laporan yang mengatakan, fans Roma menyerang fan Liverpool dengan botol, bom asap, batu, dan beberapa penusukan. Peristiwa ini yang nantinya akan memicu kejadian tragis setahun sesudahnya di Stadion Heysel, Belgia.


Sumber: Wikipedia, liverpool19.wordpress.com, dan berbagai sumber

Bruce Grobbelaar, Final 1984 Dan Efeknya Di Final 2005

Tuesday, March 25, 2014


Bruce Grobbelaar, penjaga gawang eksentrik ini memperkuat Liverpool FC dari tahun 1981-1994. 13 tahun berkarir di Anfield, Bruce mempersembahkan 6 gelar Liga Inggris, 3 Piala FA, 3 Piala Liga dan 1 trofi Liga Champion. Bruce datang ke Anfield sebagai pengganti Clemence, hal ini merupakan sebuah beban tersendiri buat Bruce lantaran Clemence merupakan kiper terbaik Liverpool saat itu. Debut Bruce Grobbelaar sendiri tak berakhir bagus, Bruce harus mencatat kekalahan di partai debutnya kala Liverpool harus menyerah 1-0 dari Wolverhampton. Bukan hanya itu, di awal karir bersama Liverpool, Bruce banyak melakukan kesalahan, pernah Paisley sampai memanggil Bruce secara pribadi dan memarahinya. Ketika itu ketika Liverpool harus menyerah dari Manchester City 3-1 di laga boxing day 1981. Sepertinya Paisley berhasil menyadarkan Bruce, setelahnya penampilan Bruce membaik dan terus membaik hingga posisinya tak tergantikan.

Bruce bukan hanya piawai membendung bola-bola yang datang ke arah gawangnya, Bruce juga terkenal sangat vocal saat berada dilapangan. Sering Bruce berteriak memarahi kawannya untuk lebih siap dalam menjaga daerah pertahanannya. Bruce sempat bersitegang dengan Jim Beglin saat final Piala FA 1986 vs Everton. Dan mungkin yang paling terkenal adalah saat Bruce bersitegang dengan Steve McMannaman. Namun mental juara dan kegilaan Bruce yang paling kita ingat dari segala hal yang ada pada Bruce Grobbelaar. Kegilaan Bruce yang paling terkenal adalah saat memprovokasi pemain AS Roma saat final Liga Champion 1984, gerakan kaki yang seakan gemetar menjadi sebuah mark dari Bruce.

Spaghetti leg, begitu orang-orang menyebut gerakan unik kala Bruce mencoba memprovokasi penendang AS Roma kala itu. Sejatinya tak ada satupun tendangan pinalti pemain Roma yang dapat di blok oleh Bruce, meski faktanya bola itu melambung diatas mistar. Lalu apa yang membuat Spaghetti leg ini begitu terkenal? Jawabanya ada pada Jerzy Dudek ketika Liverpool harus adu pinalti di final Piala Champion 2005 di Istanbul. Ya, kala itu lawan yang harus dihadapi adalah AC Milan, klub dari negara yang sama dengan AS Roma. Dudek mengikuti gaya Bruce dengan kaki gemetarnya, dan hasilnya... Dudek mampu menepis tendangan Shevchenko dan memastikan gelar Champion ke-5 bagi Liverpool. Meskipun Bruce tak pernah menepis pinalti pemain Roma, namun Bruce telah menginspirasi seorang Dudek untuk melakukan hal serupa dan dapat melakukannya dengan lebih baik.

Kita tak perlu mencari-cari terlalu banyak pertandingan untuk membuktikan betapa Bruce begitu hebat. Kita cukup menyaksikan bagaimana Bruce mengawal gawang Liverpool di final Champions 1984, dan final Piala FA 1986 versus Everton. Final Champions mungkin yang terberat, 1984 final Champion di gelar di Olympico yang merupakan kandang dari AS Roma. Saat hasil akhir 1-1 dan harus dilanjutkan dengan tendangan pinalti, sepertinya sulit untuk Liverpool untuk memenangi pertandingan, secara Olympico adalah kandang mereka dan mental pemain Roma jelas lebih mendukung. Namun bila kita saksikan betapa santai dan relax nya Bruce ketika menghadapi tendangan pinalti pemain Roma jelas itu menunjukan kalau Bruce tak terpengaruh dengan tekanan fans tuan rumah. Sebelum tendangan terakhir pemain Roma, Bruce berjalan santai ke arah gawang dan memberi senyuman ke arah kamera, lalu... Spaghetti legs yang terkenal itu justru berhasil membuat lawan tak mampu mengeksekusi tendanganh dengan baik. Di partai final Piala FA sekali lagi Bruce menunjukan semangat dan mentalnya. Liverpool tertinggal lebih dulu sebelum akhirnya dapat membalikan keadaan menjadi 3-1 dan menjuarainya.

Kembali ke efek 2005, gerakan Bruce punya andil besar terhadap mental seorang Dudek dan beberapa pemain Milan terutama Shevchenko sebagai penendang terakhir. Gerakan yang dibuat Dudek lebih liar dari yang diperbuat oleh Bruce di final 1984, namun dalam hal memprovokasi gerakan itu sama berhasilnya. Jadi mungkin tak berlebihan bila gelar ke-5 Liverpool di Liga Champion 2005 terselip jasa Bruce Grobbelaar yang menginspirasi Dudek dengan "goyangan kaki" nya. Berikut beberapa data dan fakta tentang Bruce Grobbelaar si penjaga gawang eksentrik milik Liverpool FC.

- Bruce Grobbelaar lahir di Durban, Afrika Selatan, namun Bruce lebih memilih Zimbabwe sebagai kewarganegaraannya.
- Bruce Grobbelaar telah mencatatkan caps sebanyak 628 bersama Liverpool dengan 6 gelar Liga Inggris, 3 Piala Liga, 3 Piala FA dan 1 gelar Liga Champion.
- Tahun 1994 Bruce pernah di tuduh The Sun (don't buy the sun) dalam pengaturan skor, namun Bruce bersikeras tak bersalah. Setelah 2 tahun mengumpulkan bukti, akhirnya Bruce membuktikan kalau dirinya tak bersalah dan menuntut balik The Sun atas pencemaran nama baik.
- Bruce sebenarnya akan menandatangani kontrak dengan West Bromwich Albion di tahun 1978, namun gagal karena tak mendapatkan izin kerja saat itu.




Sumber: indonesia.liverpoolfc.com, chirpstory.com, wikipedia, dan berbagai sumber

Anfield Stadium 1906-1998

Sunday, March 23, 2014


Anfield Stadium, adalah kandang dari Everton dalam kurun waktu 1884-1892. Perselisihan dengan John Houlding sebagai pemilik stadion yang menaikan harga sewa membuat Everton keluar dari Anfield. Pada awal berdiri, Anfield hanya berkapasitas sekitar 20,000 tetapi dimasa-masa awal hanya 100-an penonton yang menyaksikan Liverpool FC buatan John Houlding bertanding.

Baru pada tahun 1906, Anfield direnovasi, arsitek Archibald Leitch ditugaskan untuk merancang Anfield yang baru. Pada pembangunan inilah Anfield membuat sebuah stand yang diberi nama Spion Kop, penamaan ini diusulkan oleh Ernest Edwards seorang editor olahraga dari Liverpool Post & Echo. Sejarah dibalik penamaan Spion Kop, adalah guna menghormati warga lokal yang banyak tewas dalam perang Boer di Afrika Selatan 24 Januari 1900. Spion Kop sendiri merupakan sebuah nama bukit, yang bila dalam artian harfiah berarti Bukit Spy.

Seminggu sebelum dimulainya kompetisi musim 1906-1907, Liverpool Echo memberitakan tentang perubahan di Anfield Stadium. Dinding dengan bata mewah, empat gerbang besar di keempat sisinya serta berbagai pintu masuk. Hal ini dimaksudkan agar akses keluar dan masuk dapat dengan mudah bagi pengunjung. Berikutnya, Anfield juga di desain agar ramah dengan sudut pandang penonton, sehingga semua penonton dari tribun manapun dapat dengan jelas menyaksikan pertandingan. Perbaikan berlanjut ditahun 1928 ketika tribun The Kop dibangun sebuah atap diatasnya.

1959 Shankly mengambil alih kursi manager Liverpool, kehadiran Shankly membawa angin segar bagi Liverpool. Antusias penonton mulai bertambah, dan tercatat 29,000 penonton menghadiri Anfield rata-rata di Divisi 2. Shankly yang menanamkan rasa kebanggaan bagi warga kota Liverpool akan klub sepakbola nya, dan mengajarkan betapa pentingnya kebanggaan terhadap Liverpool.

1 September 1992, Tribun Centenary telah siap, tepat 100 tahun setelah pertandingan pertama dimainkan di Anfield. Pada tahun 1994, tribun berdiri Spion Kop yang terkenal itu berubah, tribun berdiri dihilangkan dan semuanya kini menggunakan kursi. Hal ini untuk menyesesuaikan dengan aturan baru paska tragedi Hillsborough. Dan pada 1998, bangunan baru berdiri diatas tribun Anfield Road.


Data dan fakta Anfield Stadium

Jumlah penonton terbanyak 61,905 2 Februari 1952. Liverpool melawan Wolves dengan kemenangan 2-1 untuk Liverpool pada putaran ke-4 Piala FA.

Pertandingan pertama Liverpool di Anfield terjadi pada 1 September 1892, ketika itu Liverpool berhadapan dengan Rotherham Town. Pertandingan ini sendiri hanya persahabatan dan dimenangkan oleh Liverpool dengan skor 7-1. Saat itu hanya ada 100 penonton di Anfield Stadium.

Pertandingan kompetitif pertama Liverpool yang digelar di Anfield adalah ketika Liverpool berhasil mengalahkan Higher Walton 8 gol tanpa balas dalam gelaran Lancashire League. Pertandingan yang dilaksanakan pada 3 September 1982 itu disaksikan sekitar 200 penonton.

Rekor lain Liverpool di Anfield adalah 85 pertandingan tak terkalahkan, pada rentang waktu 7 Februari 1978 sampai 31 Januari 1981.


Capacity: 
Main stand = 9,575 
Paddock = 2,454 
Anfield Road = 9,116 
Centenary stand = 11,411 
Kop = 12,390 
Executive boxes = 344 
Handicapped spaces = 80 
Total = 45,370




Sumber: lfchistory, wikipedia, berbagai sumber

Jon-Paul Gilhooley, Salah Satu Fans Terbaik LFC Dalam Tragedi Hillsborough

Saturday, March 22, 2014


Justice For The 96, yap, kalimat ini sangat familiar sekali bagi fans Liverpool FC. Banner dan bendera dengan tulisan serupa sering kita temui setiap kali Liverpool FC bertanding. Sebuah tragedi yang akan selalu dikenang. Sebuah tragedi yang memakan begitu banyak korban dalam ranah persepakbolaan dunia, dan Inggris khususnya. Saya tak akan mengulas bagaimana tragedi ini terjadi, atau membeberkan bagaimana akhirnya kebenaran tentang tragedi ini terkuak. Kebenaran telah terungkap dengan banyaknya fakta yang sebelumnya disembunyikan. Namun kepedihan kami (Fan Liverpool FC) akan terus terkenang untuk mengingat mereka yang meninggal dalam tragedi ini. JUSTICE FOR THE 96....

Will, sebuah nama sekaligus judul sebuah film yang mendokumentasikan perjuangan seorang bocah yang melakukan perjalanan panjang ke Istanbul untuk meraih impiannya menyaksikan final Liga Champion antara Liverpool vs Milan. Perjuangan Will sangat berat untuk dapat mencapai impiannya, dimana dia harus beberapa menemukan penghalang, tiket palsu, korban pencurian hingga tak mempunyai uang untuk membeli tiket. Tapi itu hanya sebuah film, dan tentu saja itu bukan hal yang benar terjadi. Bila Will adalah inspirasi fiktif kecintaan fans terhadap Liverpool FC, maka Jon-Paul adalah fakta nyata kecintaan seorang bocah terhadap Liverpool FC.

Joh-Paul, salah satu korban dalam tragedi Hillsborough, seorang bocah dan salah satu fans terbaik milik Liverpool FC. Seorang bocah yang kala itu masih berumur 10 tahun, harus meninggal dalam tragedi Hillsborough. Joh-Paul Gilhooley, adalah sepupu dari legenda Liverpool FC, Steven Gerrard. Joh-Paul yang mendapat tiket di menit-menit akhir pertandingan justru harus menjadi korban dalam tragedi ini. Joh-Paul kecil adalah seorang Kopites sejati, dia senang berada di Anfield kala Liverpool FC bertanding, namun semi final FA adalah sebuah kebanggaan, hadir menyaksikan pahlawan Anfield bertanding adalah sebuah kebanggaan seorang Jon-Paul. Namun apa yang setelahnya terjadi adalah kesedihan, Jon-Paul tak pernah pulang kerumah paska tragedi Hillsborough.

Sebelumnya Joh-Paul sempat kecewa karena tak dapat menyaksikan Liverpool FC bertanding di semifinal melawan Sheffield, sebagai gantinya Joh-Paul dibawa untuk pergi berenang, namun kemudian ibu Jon-Paul mengabarkan bahwa dia mendapatkan tiket untuk ke pertandingan itu. Dan akhirnya Jon-Paul pergi ke pertandingan itu hingga akhirnya tak kembali lagi. 15 April 1989, sebuah luka bagi Liverpool FC secara umum, tragedi ini menjadi sebuah mimpi buruk bagi keluarga besar Steven Gerrard, Jon-Paul Gilhooley yang tak lain adalah sepupu Gerrard meninggal dalam tragedi itu. Dalam satu tulisan di biografinya, Steven Gerrard menuturkan salah satu alasan Gerrard ingin menjadi seorang pemain sepakbola adalah karena Jon-Paul. Steven Gerrard berkata, "Aku bermain untuk Jon-Paul". Dan kini kau telah membuat nya bangga kapt!!

Jon-Paul bukanlah satu-satunya korban, namun dia menjadi yang paling muda diantara semua korban. Jon-Paul mungkin juga bukanlah yang paling sering terlihat di Anfield, namun apa yang telah terjadi jelas membuka mata kita betapa pentingnya Liverpool FC bagi seorang Jon-Paul. Setelah lama para keluarga korban menderita atas tragedi yang memilukan itu, tudingan terhadap kami sebagai biang dari semua ini adalah hal terberat. Namun kini semua jelas, semua telah terkuak, dan keadilan yang para keluarga korban perjuangkan telah menemui titik terang. Kesalahan aparat dan panitia pelaksana yang tak dapat mengantisipasi membludaknya penonton menjadi penyebab utama.

Selamat jalan Jon-Paul Gilhooley, kami akan selalu mengenang mu sebagai sebuah inspirasi nyata kecintaan fans terhadap klub yang didukungnya.

Untuk lebih lengkap mengenai tragedi Hillsborough, saya menyarankan sebuah link untuk anda kunjungi http://www.hfdinfo.com/



Sumber: Berbagai sumber

King Baudouin, Mengapa kami Yang Disalahkan

Friday, January 31, 2014


29 Mei 1985, Heysel Stadium, Brussel, Belgia. Semua orang dan surat kabar sepakat untuk menjatuhi kami hukuman. Mengkambing hitamkan kami atas kejadian yang sangat memalukan dalam ranah sepak bola Eropa bahkan dunia. Media seakan membentuk suatu gambaran negatif atas kami dan hingga kini, tragedi itu selalu kami yang berada di pihak yang salah. Kami jelas tak mengharapkan apa yang terjadi di Brussel, namun kami ingin semua nampak jelas dan kami tak ingin menyimpan sebuah penyesalan karena kesalahan yang sebenarnya bukan cuma dari pihak kami. Kami coba bertanya, kami saling mengolok-olok, tapi kenapa kami yang disalahkan? Kami saling menyerang, tapi kenapa seolah itu hanya menjadi dosa kami? Dan tembok itu runtuh sehingga menghantam orang-orang itu, tapi mengapa hanya kami yang disalahkan?


Beberapa jam sebelum pertandingan, kami berkumpul bersama sambil bernyanyi dan menenggak bir. Hal ini menjadi hal yang wajar bagi kami disaat-saat akan menantikan sebuah pertandingan. Sampai kami sadar bahwa pembagian alokasi tiket sangat tidak menguntungkan bagi kami, pihak panitia memberikan slot tribun netral diantara kami. Ya ini tidak menguntungkan, karena belgia merupakan basis terbesar italia pada saat itu, dan dengan adanya slot netral itu, sama saja memberikan jatah tiket pada orang-orang italia itu. Kami masih ingat bagaimana tahun sebelumnya, kami terusik dengan ulah fans AS Roma ketika kami bertandang ke Roma. Kami tak ingin hal itu terulang kembali, namun dengan adanya slot kosong yang kemungkinan besar akan ditempati oleh fans Juve, maka kami harus yakin bahwa kami minoritas dalam hal jumlah penonton.

Beberapa jam sebelum pertandingan dimulai, kami semua berebut untuk dapat memasuki Stadion. Dan perkiraan itu benar, sekitar satu jam sebelum pertandingan, kami terlibat olok-olokan yang diteruskan saling melempar benda-benda kearah tribun lawan. Kami masih ingat setahun sebelumnya, fans AS Roma telah membuat kami terlibat keributan, dan kami sadar, kalian orang-orang yang berasal dari negara yang sama. Jelas kami tak ingin terdesak, kami yang kala itu bisa dikatakan sebagai minoritas di dalam stadion mencoba untuk merangsek kearah pendukung Juve. Kami tak tahu siapa yang memulai, tapi dari laporan yang ada, fans Juve yang mulai melempari kami dengan benda-benda keras. Itulah satu-satunya yang menjadi pembelaan kami, namun sepertinya hal itu tak bernilai dan tak meringankan hukuman yang telah kami jalani. Setelah itu, semuanya menjadi makin runyam, pembatas kawat dengan regu pengamanan yang minim jelas bukan hal yang sulit untuk ditembus, mereka terdesak dan terus berlari kesudut. Tiba-tiba dinding stadion runtuh dan menjatuhi penonton ditribun disebelahnya. Hal ini jelas, kematian itu bukan murni atas kebringasan kami, tapi stadion yang memang tak layak untuk menggelar acara akbar final Liga Champion ini.

Paska pertandingan, kepolisian mengadakan investigasi, dan mereka menetapkan bahwa kami adalah biang keladi dari tewasnya 39 orang terkena runtuhan dinding stadion. Ini lelucon, kami berselisih, kami saling mengolok, tapi faktanya kami tak membunuh mereka. Seorang yang berpengaruh telah mengatakan. bahwa stadion itu tidak layak untuk menggelar laga besar partai final, namun pihak UEFA tak menggubrisnya, bahkan membantahnya. Alokasi tiket yang tak seimbang, area netral yang membingungkan, pembatas dari kawat dan penjagaan yang tak maksimal justru luput dari investigasi tolol ini. Dan pada akhirnya kami juga yang disalahkan. Kita bisa membayangkan, kita berada pada jumlah minor dengan dibayangi lemparan batu ditahun sebelumnya, dan kini kami bertemu lagi dengan orang-orang dari negara yang sama. Ini antisipasi, ya antisipasi kami karena ditahun sebelumnya, kami pernah merasakan bagaimana kami dilempari oleh jumlah mayoritas di Roma.

Kami tak lagi menikmati pertandingan, yang kami lihat hanyalah sebuah setting dari sebuah permainan yang jelas tak layak disebut final. Penalti yang kontroversial, telah merusak segala hal yang mereka sebut partai final. Sebagian dari kami sudah tak peduli dengan final yang memuakan itu, menurut kami, itu adalah final dengan kapasitas kepemimpinan terburuk yang pernah ada. Dan setelahnya merupakan periode buruk bagi semuanya, hukuman dijatuhkan dan itu sangat merugikan kami. Pelarangan bertanding dalam kancah Eropa, serta menuding kami dengan brutal bahwa kami yang bertanggung jawab atas tragedi ini. Kami membela diri, dan kami tak ingin jadi pihak yang paling disalahkan, pada faktanya kami terlibat dalam dua komunitas. Kami cukup berani untuk sekedar meminta maaf atas apa yang terjadi, kami turut berduka terhadap para korban dan para kerabat dan keluarga, tapi kalian juga harus tahu, saat dua komunitas saling berbenturan, maka tak adil bila hanya menyalahkan salah satunya.

Kini, King Baudouin telah berdiri seakan ingin menutup kebenaran yang seharusnya kami teriakkan. Heysel hanya kenangan yang menuding kami sebagai berandal tanpa memberi kesempatan untuk menunjukan hal-hal yang meringankan tentang apa yang telah terjadi. King Baudouin seakan mempertegas bahwa Heysel telah pergi dengan hanya menyisakan kenangan, bahwa kami adalah sekumpulan orang yang beringas. Berikut hal-hal konyol yang justru atau seolah disimpan agar kami kekal menjadi dalang utama tragedi Heysel.

- Alokasi pembagian tiket yang tak seimbang, area netral justru menyudutkan kami, karena pada saat itu, Belgia menjadi basis besar Italia. Dan area netral yang seharusnya untuk warga sekitar, justru diambil oleh fans Juve.

- Stadion yang tak layak, runtuhnya dinding pembatas stadion adalah fakta bahwa Heysel saat itu bukan stadion yang layak untuk menghelat gelaran akbar semacam final Liga Champion. Hal ini merupakan hal paling fatal dalam tragedi ini, dimana korban tewas kebanyakan disebabkan oleh runtuhnya dinding stadion.

- Pengamanan yang minim, kedua kubu hanya dibatasi oleh kawat yang sangat rapuh dan dijaga oleh pengaman yang tak sebanding. Kami masih mengingat bagaimana kami diserang di Roma, dan alasan itu cukup buat kami untuk mempertahankan jumlah kami yang saat itu lebih sedikit.

- Bentrokan ini bukan milik kami sendiri, dari sebelum pertandingan dimulai, kami saling mengolok, dan puncaknya adalah saat fans Juve melempari benda-benda kearah kami. Kami bereaksi, dan itu jelas beralasan. Lantas mengapa kami sendiri yang dihukum dan dianggap menjadi biang keladi dari semua ini?


Kenny Dalglish (LFC player 1977-90): I can't condone the action of some Liverpool fans but it is difficult not to react when the opposing supporters are throwing missiles at you. The fact that fatalities might result wouldn't have occurred to the Liverpool fans when they ran across. If you have been pelted by stones the year before, and suffered badly, you are not going to accept it again. That's how the trouble started. 


Asal Usul Lagu The Fields Of Anfield Road

Friday, January 3, 2014


The Fields Of Anfield Road, bagi para Kopites, kata-kata sangat lengat dengan telinga mereka. The Fields Of Anfield Road adalah nama sebuah judul lagu yang sering dinyanyikan oleh fans Liverpool saat LFC bertanding. Selain menceritakan sejarah tentang Liverpool FC, lagu ini juga sangat unggul dalam hal nada/tune. Nada dalam lagu The Fields Of Anfield Road ini begitu mengasyikan dan sangat enak untuk didengarkan serta dilantunkan, maka tak heran bila lagu ini menjadi salah satu lagu/chant yang paling sering diyanyikan oleh pendukung Liverpool FC. Tapi sebenarnya lagu ini bukanlah lagu murni milik Fans Liverpool FC. Ya lagu The Fields Of Anfield Road merupakan lagu adopsi dari sebuah lagu balada rakyat Irlandia yang berjudul Fields Of Athenry.

Lagu The Fields Of Athenry ditulis oleh Pete St John pada tahun 1970. Lagu ini menceritakan tentang bencana kelaparan besar yang melanda rakyat Irlandia pada rentang sekitar tahun 1845-1850. Dimana seorang bernama Michael yang berasal dari sekitaran Athenry yang dijatuhi hukuman transportasi ke Australia karena mencuri makanan untuk keluarganya yang kelaparan. Lagu ini juga menjadi lagu buat pendukung olah raga di Irlandia, selain itu klub sepak bola Celtic juga menjadikan lagu ini sebagai bagian dari lagu untuk mendukung klub mereka. Berikut lirik lagu The Fields Of Athenry.


By a lonely prison wall,

I heard a young girl calling
Michael, they are taking you away,
For you stole Trevelyan's corn,
So the young might see the morn.
Now a prison ship lies waiting in the bay.

Low lie the fields of Athenry
Where once we watched the small free birds fly
Our love was on the wing, we had dreams and songs to sing
It's so lonely 'round the fields of Athenry.

By a lonely prison wall,
I heard a young man calling
Nothing matters, Mary, when you're free
Against the famine and the Crown,
I rebelled, they cut me down.
Now you must raise our child with dignity.

Low lie the fields of Athenry
Where once we watched the small free birds fly
Our love was on the wing, we had dreams and songs to sing
It's so lonely 'round the fields of Athenry.

By a lonely harbor wall,
she watched the last star falling
As that prison ship sailed out against the sky
But she'll even hope and pray,
for her love in Botany Bay
It's so lonely 'round the fields of Athenry.


Berikutnya lagu itu diadopsi oleh fans Liverpool Fc dan merubah liriknya dengan menyesesuaikan dengan sejarah klub dan stadion mereka. Dua bait lirik lagu itu ditulis oleh Edward R Williams, seorang fans berat Liverpool FC. Lalu pada 2009, untuk memperingati tragedi Hillsborough, lagu The Fields Of Anfield Road menambahkan bait ke tiga yang ditulis oleh John Power. Dalam proses recording, pada bagian reff lagu ini, beberapa legenda Liverpool FC juga ikut ambil bagian, seperti Phil Thompson dan kiper legendaris Liverpool FC Bruce Grobelaar.

Nah gimana Kop? sudah tau asal usul tentang lagu The Fields Of Anfield Road kan. Berikut saya sisipkan lirik The Fields Of Anfield Road versi Hillsborough.



Outside the Shankly Gates 

I heard a Kopite calling 
Shankly they have taken you away 
But you left a great eleven 
Before you went to heaven 
Now it´s glory round the Fields of Anfield Road. 

All round the Fields of Anfield Road 
Where once we watched the King Kenny play (and he could play) 
We had Heighway on the wing 
We had dreams and songs to sing 
Of the glory round the Fields of Anfield Road 

Outside the Paisley Gates 
I heard a Kopite calling 
Paisley they have taken you away 
You led the great 11 
Back in Rome in 77 
And the Redmen they are still playing the same way 

All round the Fields of Anfield Road 
Where once we watched the King Kenny play (and he could play) 
We had Heighway on the wing 
We had dreams and songs to sing 
Of the glory round the Fields of Anfield Road 

Beside the Hillsborough flame 
I heard a Kopite mourning 
Why so many taken on that day? 
Justice has never been done 
But their memory will carry on 
There\'ll be glory round the Fields of Anfield Road.


Sumber: Wikipedia