King Baudouin, Mengapa kami Yang Disalahkan

Friday, January 31, 2014


29 Mei 1985, Heysel Stadium, Brussel, Belgia. Semua orang dan surat kabar sepakat untuk menjatuhi kami hukuman. Mengkambing hitamkan kami atas kejadian yang sangat memalukan dalam ranah sepak bola Eropa bahkan dunia. Media seakan membentuk suatu gambaran negatif atas kami dan hingga kini, tragedi itu selalu kami yang berada di pihak yang salah. Kami jelas tak mengharapkan apa yang terjadi di Brussel, namun kami ingin semua nampak jelas dan kami tak ingin menyimpan sebuah penyesalan karena kesalahan yang sebenarnya bukan cuma dari pihak kami. Kami coba bertanya, kami saling mengolok-olok, tapi kenapa kami yang disalahkan? Kami saling menyerang, tapi kenapa seolah itu hanya menjadi dosa kami? Dan tembok itu runtuh sehingga menghantam orang-orang itu, tapi mengapa hanya kami yang disalahkan?


Beberapa jam sebelum pertandingan, kami berkumpul bersama sambil bernyanyi dan menenggak bir. Hal ini menjadi hal yang wajar bagi kami disaat-saat akan menantikan sebuah pertandingan. Sampai kami sadar bahwa pembagian alokasi tiket sangat tidak menguntungkan bagi kami, pihak panitia memberikan slot tribun netral diantara kami. Ya ini tidak menguntungkan, karena belgia merupakan basis terbesar italia pada saat itu, dan dengan adanya slot netral itu, sama saja memberikan jatah tiket pada orang-orang italia itu. Kami masih ingat bagaimana tahun sebelumnya, kami terusik dengan ulah fans AS Roma ketika kami bertandang ke Roma. Kami tak ingin hal itu terulang kembali, namun dengan adanya slot kosong yang kemungkinan besar akan ditempati oleh fans Juve, maka kami harus yakin bahwa kami minoritas dalam hal jumlah penonton.

Beberapa jam sebelum pertandingan dimulai, kami semua berebut untuk dapat memasuki Stadion. Dan perkiraan itu benar, sekitar satu jam sebelum pertandingan, kami terlibat olok-olokan yang diteruskan saling melempar benda-benda kearah tribun lawan. Kami masih ingat setahun sebelumnya, fans AS Roma telah membuat kami terlibat keributan, dan kami sadar, kalian orang-orang yang berasal dari negara yang sama. Jelas kami tak ingin terdesak, kami yang kala itu bisa dikatakan sebagai minoritas di dalam stadion mencoba untuk merangsek kearah pendukung Juve. Kami tak tahu siapa yang memulai, tapi dari laporan yang ada, fans Juve yang mulai melempari kami dengan benda-benda keras. Itulah satu-satunya yang menjadi pembelaan kami, namun sepertinya hal itu tak bernilai dan tak meringankan hukuman yang telah kami jalani. Setelah itu, semuanya menjadi makin runyam, pembatas kawat dengan regu pengamanan yang minim jelas bukan hal yang sulit untuk ditembus, mereka terdesak dan terus berlari kesudut. Tiba-tiba dinding stadion runtuh dan menjatuhi penonton ditribun disebelahnya. Hal ini jelas, kematian itu bukan murni atas kebringasan kami, tapi stadion yang memang tak layak untuk menggelar acara akbar final Liga Champion ini.

Paska pertandingan, kepolisian mengadakan investigasi, dan mereka menetapkan bahwa kami adalah biang keladi dari tewasnya 39 orang terkena runtuhan dinding stadion. Ini lelucon, kami berselisih, kami saling mengolok, tapi faktanya kami tak membunuh mereka. Seorang yang berpengaruh telah mengatakan. bahwa stadion itu tidak layak untuk menggelar laga besar partai final, namun pihak UEFA tak menggubrisnya, bahkan membantahnya. Alokasi tiket yang tak seimbang, area netral yang membingungkan, pembatas dari kawat dan penjagaan yang tak maksimal justru luput dari investigasi tolol ini. Dan pada akhirnya kami juga yang disalahkan. Kita bisa membayangkan, kita berada pada jumlah minor dengan dibayangi lemparan batu ditahun sebelumnya, dan kini kami bertemu lagi dengan orang-orang dari negara yang sama. Ini antisipasi, ya antisipasi kami karena ditahun sebelumnya, kami pernah merasakan bagaimana kami dilempari oleh jumlah mayoritas di Roma.

Kami tak lagi menikmati pertandingan, yang kami lihat hanyalah sebuah setting dari sebuah permainan yang jelas tak layak disebut final. Penalti yang kontroversial, telah merusak segala hal yang mereka sebut partai final. Sebagian dari kami sudah tak peduli dengan final yang memuakan itu, menurut kami, itu adalah final dengan kapasitas kepemimpinan terburuk yang pernah ada. Dan setelahnya merupakan periode buruk bagi semuanya, hukuman dijatuhkan dan itu sangat merugikan kami. Pelarangan bertanding dalam kancah Eropa, serta menuding kami dengan brutal bahwa kami yang bertanggung jawab atas tragedi ini. Kami membela diri, dan kami tak ingin jadi pihak yang paling disalahkan, pada faktanya kami terlibat dalam dua komunitas. Kami cukup berani untuk sekedar meminta maaf atas apa yang terjadi, kami turut berduka terhadap para korban dan para kerabat dan keluarga, tapi kalian juga harus tahu, saat dua komunitas saling berbenturan, maka tak adil bila hanya menyalahkan salah satunya.

Kini, King Baudouin telah berdiri seakan ingin menutup kebenaran yang seharusnya kami teriakkan. Heysel hanya kenangan yang menuding kami sebagai berandal tanpa memberi kesempatan untuk menunjukan hal-hal yang meringankan tentang apa yang telah terjadi. King Baudouin seakan mempertegas bahwa Heysel telah pergi dengan hanya menyisakan kenangan, bahwa kami adalah sekumpulan orang yang beringas. Berikut hal-hal konyol yang justru atau seolah disimpan agar kami kekal menjadi dalang utama tragedi Heysel.

- Alokasi pembagian tiket yang tak seimbang, area netral justru menyudutkan kami, karena pada saat itu, Belgia menjadi basis besar Italia. Dan area netral yang seharusnya untuk warga sekitar, justru diambil oleh fans Juve.

- Stadion yang tak layak, runtuhnya dinding pembatas stadion adalah fakta bahwa Heysel saat itu bukan stadion yang layak untuk menghelat gelaran akbar semacam final Liga Champion. Hal ini merupakan hal paling fatal dalam tragedi ini, dimana korban tewas kebanyakan disebabkan oleh runtuhnya dinding stadion.

- Pengamanan yang minim, kedua kubu hanya dibatasi oleh kawat yang sangat rapuh dan dijaga oleh pengaman yang tak sebanding. Kami masih mengingat bagaimana kami diserang di Roma, dan alasan itu cukup buat kami untuk mempertahankan jumlah kami yang saat itu lebih sedikit.

- Bentrokan ini bukan milik kami sendiri, dari sebelum pertandingan dimulai, kami saling mengolok, dan puncaknya adalah saat fans Juve melempari benda-benda kearah kami. Kami bereaksi, dan itu jelas beralasan. Lantas mengapa kami sendiri yang dihukum dan dianggap menjadi biang keladi dari semua ini?


Kenny Dalglish (LFC player 1977-90): I can't condone the action of some Liverpool fans but it is difficult not to react when the opposing supporters are throwing missiles at you. The fact that fatalities might result wouldn't have occurred to the Liverpool fans when they ran across. If you have been pelted by stones the year before, and suffered badly, you are not going to accept it again. That's how the trouble started. 


0 komentar:

Post a Comment