Kopites, Loyalitas Tak Mengenal Thropy

Saturday, November 16, 2013


Beberapa terakhir ini, saya banyak melihat postingan di facebook yang menjelaskan tentang berapa banyak thropy yang dimenangkan tiap klub dan membandingkannya. Menjelaskan berapa banyak tim ini juara UCL, berapa banyak juara EPL dan lain-lain. Terus terang, saya pribadi tak terlalu antusias membahas hal-hal semacam itu. Membandingkan Liverpool dengan klub lain serta mempertegas beberapa gelar yang jumlahnya melebihi tim lain. Menurut saya, hal ini justru terlihat seperti orang yang kehabisan bahan untuk menunjukan kalau tim kesayangannya adalah tim besar. Bukan saya tak menghargai sejarah, tapi biarlah sejarah tetap jadi sejarah, tanpa mempertegas pun, semua orang sudah tau akan hal itung-itungan thropy seperti itu. Saya sendiri mencintai Liverpool tak peduli seberapa banyak thropy yang ada di lemari Liverpool, saya mencintai Liverpool karena memang saya mencintai klub ini. Toh dari awal saya mengenal Liverpool, sekitar awal 90'an, belum pernah sekalipun saya menyaksikan Liverpool menjuarai Premier League. Tapi itu bukan alasan saya untuk tak memilih Liverpool sebagai klub yang saya dukung, terkadang untuk mendukung suatu hal, kita tak butuh thropy atau gelar yang semacamnya.

Saya hampir lupa tepatnya, yang pasti saat itu gawang Liverpool dijaga oleh seorang yang eksentrik dengan jersey bernama Grobelaar. Entah apa yang mendorong saya untuk menyukai kiper setengah botak ini, saat kawan-kawan saya lebih memilih siapa yang mencetak gol, justru saya malah memilih siapa yang menggagalkan sebuah gol. Sayang nya, saya tak banyak menyaksikan aksi Grobelaar dibawah mistar gawang Liverpool, karena keburu digantikan oleh David james. Dan saat itu pula saya mengenal Liverpool. Saya sendiri tak pernah tau seperti apa Liverpool, dan bagaimana reputasi Liverpool, tetapi saya sudah terlanjur memilih Liverpool sebagai favorit, tentu karena Bruce Grobelaar awalnya. Tapi tak salah saya menjadikan Liverpool sebagai klub idola saya, karena setelah bertanya dengan seorang tetangga yang senior, dia bercerita kalau Liverpool merupakan klub yang cukup sukses di Inggris dan Eropa. Namun diawal pertengahan tahun 90'an, tak banyak pertandingan-pertandingan Liverpool yang saya tonton. Saat itu saya masih duduk di Sekolah Dasar, dan lebih sering bermain diluar rumah bersama teman-teman dari pada menyaksikan bola. Satu pertandingan full yang saya tonton dan saya ingat sampai sekarang adalah ketika Liverpool berhadapan dengan Newcastle. Saat itu lini depan Liverpool diisi oleh duet kesukaan saya, Robbie Fowler dan Stan Collymore. Hal yang paling saya ingat dalam pertandingan itu adalah ketika Collymore mencetak gol dari sisi kiri gawang Newcastle untuk membawa Liverpool memenangkan pertandingan. Menurut saya itu adalah salah satu pertandingan favorit saya bersama final Istanbul dan final FA melawan West Ham United. Pemain-pemain seperti Jason McAteer, McMannaman, dan David James adalah yang paling saya sukai sesudah kedua yang saya sebutkan diatas.

Pada pertengahan awal 90'an, sepak bola bergeser ke Liga Italia. Seperti kebanyakan orang, saya yang kala itu masih "hijau" pun bergeser mulai menyaksikan Liga Italia yang memang lebih banyak ditayangkan di TV lokal, itupun tak banyak yang saya saksikan. Pada periode sekitar 97, nama Michael Owen mulai dikenal, dan saya mulai kembali merasakan antusias dengan Liga Inggris, dan tentunya Liverpool. Sampai pada puncaknya, ketika saya harus bergadang untuk menyaksikan Michael Owen dan kawan-kawan menjuarai Piala UEFA, setelah menang adu penalti dengan Alaves. Setelahnya, saya mulai agak sering menyaksikan Liverpool bertanding, ya meski saya tak banyak menyaksikan Liverpool bertanding, namun yang menarik, setiap ada kesempatan untuk memilih klub favorit, saya selalu menyebut Liverpool sebagai klub idola saya. Dari seorang Bruce Grobelaar, kini saya mencitai Liverpool, bukan karena thropy, dan bukan karena gelar juara yang melimpah. Fakta yang harus saya terima, sampai detik saya menulis tulisan ini, saya belum pernah melihat Liverpool mengangkat Thropy Liga Inggris, namun itu bukan berarti saya harus meninggalkan Liverpool dan mencari alasan untuk berpaling dari klub yang saya sukai dari kecil. Sama seperti kalian, saya pun banyak menerima ejekan dari fans yang menjadi rival, tapi saya mencoba untuk tidak menghitung-hitung jumlah thropy yang sejatinya tak pernah saya melihatnya secara langsung diangkat oleh pemain Liverpool.

Bila saya boleh bertanya pada kalian, berapa banyak kalian menyaksikan Liverpool mengangkat UCL? Bila pertanyaan itu saya jawab, maka jawabannya adalah, SATU!! Ya, final Istanbul adalah pertama kali saya menyaksikan Liverpool mengangkat thropy UCL sejak saya memutuskan untuk menjadi fans Liverpool. How about you?? Lalu, kapan kita melihat Liverpool menjuarai Premier League? Dan lagi-lagi, bila saya yang menjawab, jawabannya adalah, BELUM PERNAH!! Ya, terakhir Liverpool menjuarai EPL, adalah ketika musim 1989/1990. Dan ditahun itu, usia saya baru 5 tahun dan masih baru-barunya mengenal yang namanya bola ditendang. Terkadang sebagian dari kita, melupakan fakta ini dan lebih memilih menghitung jumlah thropy yang ada. Dengan mendukung Liverpool saja itu sebuah kebanggaan, Liverpool adalah klub besar, bermain diantara klub-klub di liga terbaik didunia. Biarkan saja mereka memamerkan thropy mereka, toh memang faktanya seperti itu, mungkin ada hal besar yang harus diingat oleh rival-rival kita, kita punya LOYALITAS!

Cukup sudah kita berhitung soal thropy, dan cukup sudah kita menjabarkan sejarah yang ada, ingat, apa yang diinginkan Steven Gerrard adalah gelar EPL. Kini saatnya kita banggakan loyalitas kita dalam mendukung klub kesayangan kita, kita percayakan sepenuhnya segala sesuatunya kepada staff dan pemain di lapangan. Percayalah, Liverpool akan mengangkat thropy Liga Inggris dan menambah jumlah serta melewati rival-rival kita. Agar tak hanya UCL yang kita banggakan, tapi juga menjadi yang terbaik di Inggris. Keep support and you'll never walk alone...

0 komentar:

Post a Comment