Barclay, McKenna Atau Keduanya?

Tuesday, April 22, 2014


Siapa manager pertama Liverpool FC? Kali ini saya mencoba untuk membuka diskusi tentang siapa diantara William Barclay atau John McKenna yang lebih dulu menjadi manager Liverpool FC? Atau keduanya bekerja bersama-sama sebagai manager dalam rentang waktu yang sama? Dari banyak artikel yang saya cari, hasilnya sangat beragam, ada yang menyebutkan John McKenna sebagai manager pertama Liverpool FC, ada pula yang yang menyebut William Barclay sebagai yang pertama. Dari Wikipedia sendiri, mereka menempatkan kedua orang itu sebagai yang pertama atau mereka berdua menjabat sebagai manager pada rentang waktu yang sama. Lebih detail, sumber dari wikipedia menyebutkan, Barclay mengurusi administrasi klub dan McKenna mengurusi situasi di lapangan. Dalam situs resmi Liverpool FC, tertulis Barclay berada diatas McKenna walau penandaan tahun jabatannya sama yaitu 1892-1896. Sepertinya situs Official Liverpool FC sendiri sangat berhati-hati dengan hal ini, mereka menulis Barclay sebagai Sekretaris Manager dan McKenna sebagai Pelatih Manager. Entah bagaimana pembagian tugas ini, namun bila merunut dari sumber resmi klub yang mengatakan McKenna sebagai "Pelatih Manager" seharusnya McKenna lah yang tertera sebagai manager pertama Liverpool FC. Hal ini jelas pada masa sekarang bagaimana tugas manager pada sepakbola saat ini.

Tapi mengapa rilis resmi dari Liverpool FC sendiri menempatkan Barclay dan McKenna pada tempat yang sama, dengan rekor pertandingan yang sama, dan masa jabatan yang sama? Barclay memang turut andil besar terhadap terbentuknya sebuah tim, namun bila McKenna yang menjabat sebagai "Pelatih Manager", dan mengurusi kepelatihan dan lapangan,  tentu rekor pertandingan itu lebih pas bila hanya disematkan pada McKenna. Ya tetapi apapun itu, masalah ini sangat jauh dari masa sekarang, dan masa itu sangat terbatas bagaimana sumber dapat bertahan setelah melewati beberapa masalah seperti perang. Tulisan ini bukan untuk menegaskan tentang siapa yang pertama atau lebih berhak atas gelar "first manager" Liverpool FC. Namun alangkah baiknya bila kita mencoba mengkaji dan saling berbagi informasi tentang klub yang kita cintai ini.

Data & Fakta

Yang pertama kita mencermati tentang Barclay, berikut saya lampirkan gambar susunan direksi diawal terbentuknya Liverpool FC.

Dari salinan diatas, tertulis William Barclay sebagai sekretaris, dan McKenna hanya sebagai direksi klub. Dari tulisan sebelumnya di awal paragraf, Barclay dan McKenna menjabat sebagai sekretaris, ya karena pada salinan gambar susunan direksi diatas tak ada satupun yang menempati jabatan sebagai manager. Hal yang mungkin terjadi adalah, pemahaman tentang jabatan "sekretaris" pada sebuah klub pada masa lampau. Bisa jadi jabatan "sekretaris" itu yang dimaksud dengan "manager" pada sepakbola jaman sekarang, bila hal itu benar, maka William Barclay lah manager pertama Liverpool FC. Berikut saya lampirkan lagi salinan dari Football League Rule Handbook of 1893-1894.

Dalam, salinan yang memberikan daftar sekretaris semua klub peserta, tertera nama William Barclay sebagai perwakilan klub. Gambar diatas merupakan bukti bila Barclay adalah sekretaris/manager pertama Liverpool FC. Atau apabila memang masih kurang setuju, kita dapat menyebutnya, Barclay mempunyai andil lebih besar terhadap klub ketimbang McKenna saat itu, ini jelas karena Barclay mewakili Liverpool FC dalam salinan itu.

Berikutnya, kita akan melihat dimanakah letak nama John McKenna, berikut gambar salinan yang lain pada tahun 1895-1896.

Pada tahun 1895-1896 nama John McKenna tertera sebagai perwakilan Liverpool FC. Mungkin kalian bertanya, dari mana saya tau gambar diatas adalah salinan tahun 1895-1896? Di barisan bawah tertera perwakilan dari Manchester City atas nama Sam Ormerod, kalian bisa browsing dan akan menemukan benar bila Sam Ormerod adalah perwakilan Manchester City pada tahun 1895-1896. Dan dalam data yang saya temui (wikipedia) menulis Sam Ormerod sebagai manager Manchester City pada era 1895-1902. Bila benar apa yang dimaksud dengan sekretaris disalinan pada gambar diatas adalah manager, maka jelas sudah bila Barclay lah manager pertama Liverpool FC. Tapi mereka bekerja sebagai sebuah kesatuan dan tak dapat dipisahkan. Baiklah bila kita berpikir seperti itu, tapi yang perlu diingat, dalam kasus ini, dan dalam sepakbola kita mengenal yang namanya "pelatih kepala". Mungkin Barclay dan McKenna bekerja bersama, namun dengan ditunjuknya Barclay sebagai perwakilan Liverpool FC, paling tidak Barclay lebih berhak untuk menyandang sebagai "pelatih kepala" pada saat itu. Dan bila kita ambil data dari salinan diatas, John McKenna menjabat sebagai manager Liverpool FC hanya pada musim 1895-1896 sebelum akhirnya di gantikan oleh Tom Watson.

Bagaimana Kop? Setuju atau kalian punya analisis sendiri?


Sumber: wikipedia, liverpoolfc.com, kjellhansen.com, dan berbagai sumber

Tommy, Kisah Dari Lembah Sungai Merah


Poor Scouser Tommy, ya Tommy. Entah sebuah karakter nyata atau hanya fiksi, yang pasti kisah tentang Tommy dalam lagu Poor Scouser Tommy ini begitu menarik. Sebuah lagu yang selalu dinyanyikan oleh pendukung Liverpool FC sejak lama, dan hingga kini masih sering terdengar. Untuk beberapa waktu saya mencoba menelusuri internet untuk mengetahui bagaimana lagu ini bisa begitu lekat dengan Liverpool FC, siapakah penciptanya, dan bagaimana kisah dibalik lagu ini. Ya, tapi tak ada kejelasan yang pasti tentang lagu ini, atau bagaimana pertama kali muncul dan di nyanyikan oleh The Kop, hanya beberapa situs menjelaskan kalau lagu Poor Scouser Tommy ini mulai dinyanyikan sekitar tahun 1960-an.

Dalam beberapa artikel yang saya temui, sebenarnya lagu Poor Scoser Tommy bukanlah asli hasil ciptaan, melaikan saduran dari lagu lawas. Dari artikel itu, beberapa menulis tentang The Sash sebagai sumber saduran, dan yang lainnya menyebutkan bahwa lagu Poor Scouser Tommy ini merupakan gabungan 2 nada dari 2 lagu yang berbeda. Lagu yang pertama adalah lagu dengan judul "Red River Valley" dan dibagian kedua nadanya menyadur lagu "The Sash". The Sash sendiri merupakan lagu balada rakyat yang mengenang tentang kemenangan Raja William di Irlandia. Lagu ini dinyanyikan juga oleh fans Rangers FC karena Raja William merupakan seorang Protestan, dan dia pula yang berhasil menggulingkan James II yang merupakan perwakilan Katolik dalam sebuah Revolusi Agung di tahun 1688. Jadi dari sini jelas, kalau lagu Poor Scouser Tommy adalah lagu saduran dari 2 nada lagu, "Red River Valley" pada nada awal dan "The Sash" pada nada yang kedua.

Meski lagu ini terdengar sejak tahun 1960-an, namun ditahun 1982, ketika Derby Merseyside Liverpool FC berhasil mengalahkan Everton dengan Ian Rush mencetak 4 gol ke gawang Everton, Liverpool sendiri akhirnya menang telak dengan 5 gol tanpa balas. Dari sinilah bait terakhir dari lagu Poor Scouser Tommy itu muncul. Beberapa artikel yang saya temui juga membahas tentang lirik yang rancu, dimana dalam beberapa lirik ditulis sebagai "Under The Arabian Sun" atau "Under The Radiant Sun", namun beberapa diantaranya (lebih banyak) menyebutkan bila lirik yang benar adalah "Under The Libyan Sun". Secara garis besar, lagu ini mengisahkan tentang seorang pemuda miskin bernama Tommy yang dikirim oleh negaranya untuk berperang. Dan dalam perang itu, Tommy harus tewas karena tertembak oleh senjata Nazi. Dalam sisa nafasnya, Tommy masih sempat mengucapkan beberapa kata dan dia berbicara kalau dia seorang Liverpudlian (warga kota Liverpool) dan menunjukan betapa bangganya dia menjadi seorang Kopite.

Puisi Dave Kirby Tentang Tommy

Mungkin, Tommy hanyalah karakter fiksi, namun kisah Tommy mungkin dapat menginspirasi kita tentang bagaimana terlibat dalam perang besar yang tak dapat di hindari. Tentang kecintaan terhadap Liverpool FC dan tentang perjuangan hidup. Disini saya akan mencoba merangkum kisah Tommy yang saya ambil dari puisi milik Dave Kirby.

Tommy adalah seorang bocah yang sangat gemar bermain sepakbola, dan sangat mencintai Liverpool FC. Seorang yang miskin, yang hidup pada hari sebelum Hitler mengamuk dan menabuh genderang perang dunia ke-dua. Seperti anak-anak miskin lainnya, Tommy terbiasa meminjam, mengemis atau mencuri untuk sekedar mengisi perut. Bersama teman-temannya, Tommy terbiasa mencuri, bukan untuk keserakahan, namun atas dasar kebutuhan hidup.
Tommy tumbuh dewasa dan dia sering menyaksikan Liverpool FC bertanding. Dia akan selalu berusaha untuk pergi ke Anfield disetiap minggunya, berteriak, bernyayi dan terkadang dalam keadaan mabuk Tommy terhanyut dalam euforia menyaksikan kemenangan Liverpool. Namun hal itu seketika menjadi sebuah hal yang suram ketika dalam tahun-tahun berikutnya, Tommy harus dikirim bersama pemuda lainnya untuk berperang ketika Hitler murka. Tommy bertugas di Afrika Utara, dimana lalat-lalat berterbangan serta tak ada apapun kecuali padang pasir. Dalam sebuah kekacauan, panzer-panzer Jerman yang mulai menyerang, Tommy terjebak, dan akhirnya senapan tua Nazi berhasil merobohkannya. Dalam hembusan nafas terakhirnya, Tommy sempat menarik tentara disebelahnya dan berbisik kalau dia adalah seorang Liverpudlian dan pendukung Liverpool FC. Sebuah kalimat yang menjadi warisan abadi untuk Tommy yang hingga kini kita masih sering menyanyikannya. Kita mengenangnya sebagai pahlawan yang rela berkorban untuk membebaskan kita semua. Jadi saat kita semua berbaris dan menyanyikan lagu tentang Tommy, maka semua akan selalu mengingat jasa Tommy dan jutaan orang yang meninggal dalam perang itu.

Kisah diatas saya rangkum dan saya terjemahkan secara acak dari puisi Dave Kirby, tentu saya bukan ahli dalam menerjemahkan bahasa, terlebih itu adalah sebuah puisi yang tentunya banyak kata-kata kiasan yang sebenarnya saya sendiri takut menghadapi kerancuan. Saran, tambahan serta masukan akan sangat membantu. Terima kasih "You'll Never Walk Alone"


Sumber: liverpoolfc.com, redandwhitekop.com, wikipedia, dan berbagai sumber

Paisley, Paman Bob Yang Memenangkan Segalanya

Friday, April 18, 2014


Robert "Bob" Paisley (23 Januari 1919 - 14 Februari 1996) adalah manager Liverpool FC dalam kurun waktu 1974-1983. Paisley merupakan manager tersukses Liverpool yang menjadi momok bagi klub-klub Liga Inggris atau pun Eropa. 19 gelar dalam 9 musim karir kepelatihan, merupakan prestasi yang sangat sulit diulangi oleh pelatih manapun. Paisley memulai karir sepakbolanya di klub Bishop Auckland pada tahun 1937-1939, dalam rentang itu, Paisley dikenal sebagai bek kanan yang handal. Pada tahun 1939, Paisley bergabung bersama tim utama Liverpool FC, dan sempat merasakan cuti panjang akibat pecahnya perang dunia sampai dengan 1946. Dimusim pertamanya setelah cuti panjang akibat perang dunia ke-2, Paisley langsung memenangkan gelar pertamanya bersama Liverpool FC, namun sayang, gelar itu menjadi yang pertama sekaligus yang terakhir sebagai pemain hingga Paisley pensiun di tahun 1954. Paska Paisley pensiun, keadaan Liverpool FC memburuk, Liverpool mengalami periode dimana klub harus terdegradasi ke Divisi II.

Pensiun sebagai pemain, Paisley masuk kedalam jajaran staf Liverpool dibawah kepelatihan Shankly pada tahun 1959. Paisley, seorang pria dengan cardigan wol yang biasa ia pakai menjadi saksi ide-ide brilian bersama Shankly, yang membawa Liverpool FC kemasa-masa awal kejayaan di musim 1963/1964 hingga 1973/1974 dimana akhir dari kepemimpinan Shankly. Paisley yang menggantikan Shankly sebagai pelatih sepertinya telah tahu apa yang harus dilakukannya. Di era Paisley Liverpool FC benar-benar menjadi klub yang tangguh di Eropa. Paisley pula-lah yang memberikan gelar Liga Champion pertama untuk Liverpool FC di tahun 1977. Satu hal yang istimewa ketika tahun 1979, Liverpool FC berhasil menjuarai liga dengan hanya 16 kali kebobolan dalam 42 laga. Atas segala prestasi yang diukir Liverpool FC, Paisley telah beberapa kali menyabet gelar LMA Manager of The Year, 1976, 1977, 1979, 1980, 1982 dan 1983.

Rekrutan terbesar Paisley adalah saat Paisley berhasil membubuhkan tanda tangan Kenny Dalglish dari Celtic seharga 440,000 Pound pada bulan Agustus 1977, untuk menggantikan Kevin Keegan yang hengkang ke Hamburg. Bila Bill Shankly yang menyulut api di Liverpool, maka Paisley adalah orang yang mengipasinya. Permainan taktis yang menakjubkan adalah hal yang paling menyenangkan untuk di ingat oleh fans Liverpool kala harus mengenang Paisley.

Berikut adalah beberapa data tentang masa kepelatihan Bob Paisley di Liverpool FC, satu-satunya klub yang pernah ia tangani.

BOB PAISLEY
1974 – 1983
Honours:
Div 1 Champions 1976, 77, 79, 80, 82, 83
League Cup 1981, 82, 83
European Cup 1977, 78, 81
UEFA Cup 1976
European Super Cup 1977
Games 535
Games Won 308
Games Drawn 131
Games Lost 96



Sumber: Wikipedia, kopitesside-id.blogspot.com dan berbagai sumber

No Place Like Rome, Ujian Joe Fagan Dan Gelar Ke-4 Liverpool Di Eropa

Wednesday, April 9, 2014


Piala Champion 1984, Liverpool FC kembali tampil di final untuk yang keempat kalinya. Pada final yang di helat di Stadion Olympico Roma, Liverpool berhadapan dengan AS Roma. Ini jelas merupakan pertandingan yang berat, selain karena partai final, tempat diselenggarakan partai ini merupakan kandang dari AS Roma, lawan Liverpool di final. Liverpool berhasil masuk ke Liga Champion karena berhasil menjuarai Liga Inggris di tahun 1982/83. Sejatinya, Olympico bukanlah stadion pertama yang disambangi oleh Liverpool, pada tahun 1977, di partai final pada ajang yang sama, Liverpool FC pernah merasakan kemenangan di Olympico, namun kala itu lawannya juga tim dari luar Italia.

No Place Like Rome, menjadi slogan yang tepat untuk menandakan kemenangan kedua Liverpool FC di Olympico dan gelar ke empat Liga Champion. Keraguan berada di pihak Liverpool, selain karena saat itu Liverpool sedang peralihan kursi kepelatihan dari Bob Paisley ke Joe Fagan, Liverpool juga harus bertarung menghadapi tuan rumah yang sesungguhnya. Pada perhelatan 1984, Liverpool FC harus melewati 4 fase untuk bisa sampai di Final.

Di fase pertama, Liverpool menghadapi wakil dari Denmark Odense. Dalam pertandingan ini, Liverpool FC tak menemui kesulitan yang berarti. Leg pertama yang di gelar di kandang Odense, Liverpool berhasil menang dengan skor 1-0. Dan berikutnya, leg kedua yang di gelar di Anfield, Liverpool berhasil mencukur tim tamu dengan 5 gol tanpa balas. Agregat 6-0 memastikan Liverpool FC ke fase berikutnya, lawannya adalah Athletic Bilbao. Pada pertandingan di fase ini, Liverpool FC di buat kesulitan, leg pertama yang di selenggarakan di Anfield berakhir dengan skor 0-0. Hal ini mengerikan, karena leg kedua akan di lakukan di San Mames kandang Bilbao. Saat itu Bilbao punya rekor bagus bermain dikandang, namun berkat pengalaman di Eropa, Liverpool berhasil mengatasi Bilbao dengan skor tipis 1-0, gol di ciptakan oleh Ian Rush. Kemenangan Liverpool terhadap Bilbao di San Mames cukup untuk menghantarkan Liverpool ke fase selanjutnya.

Di perempat final, Liverpool menghadapi raksasa Portugal, Benfica. Leg pertama Liverpool bermain di Anfield, Liverpool berhasil mengalahkan Benfica dengan skor tipis 1-0. Hasil itu memaksa Liverpool FC untuk tidak tenang di leg kedua yang akan digelar di Estadio Da Luz, Benfica. Namun lagi-lagi Liverpool berhasil mengatasi lawannya di laga tandang, Liverpool berhasil menang dengan skor meyakinkan 4-1, dan menjadikan agregat menjadi 5-1. Liverpool FC berhasil maju ke fase berikutnya. Di fase selanjutnya yang merupakan semifinal, Liverpool FC berhadapan dengan juara Rumania Dinamo Bucuresti. Pertandingan leg pertama yang di gelar di Anfield berjalan cukup keras, namun akhirnya Liverpool berhasil mengatasi perlawanan Dinamo Bucuresti dengan skor 1-0. Di leg kedua yang dilakukan di Rumania, Liverpool berhasil melumat Dinamo Bucuresti dengan skor 2-1, dan menjadikan agregat 3-1 dan membawa Liverpool FC ke final untuk yang ke empat kalinya.

30 Mei 1984, Liverpool FC menghadapi AS Roma di partai puncak. Keadaan sepertinya akan berpihak kepada AS Roma sebagai finalis sekaligus diuntungkan karena laga itu di helat di kandang mereka, Stadion Olympico. Di hadapan 69,693 penonton, Liverpool FC berhasil unggul lebih dulu lewat kaki Phil Neal di menit '13. Namun di penghujung babak pertama, AS Roma berhasil menyamakan kedudukan lewat gol yang di ciptakan oleh Roberto Pruzzo. Di babak kedua tak ada satu gol pun yang tercipta, dan pertandingan terpaksa dilanjutkan dengan perpanjangan waktu. Di masa perpanjangan waktu pun tak ada satu gol yang tercipta, dan memaksa pertandingan dilanjutkan dengan tendangan penalti. Pada laga ini lah Bruce Grobbelaar mencoba memecah konsentrasi pemain Roma dengan gerakan menggoyang-goyangkan kakinya saat penalti diambil oleh pemain Roma. Grobbelaar berhasil, setelah tendangan Graziani melambung diatas mistar gawang, kemudian Alan Kennedy berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik. 4-2 Liverpool berhasil menuntaskan perlawanan Roma dan menjadi juara untuk yang keempat kalinya.

No Place Like Rome, yaa... kota Roma telah mendatangkan 2 piala Champion untuk Liverpool. 30 Mei 1984 menjadi tanggal yang bersejarah, menjadi tanggal yang indah buat fans Liverpool FC. Namun ada kejadian yang tak mengenakan, dimana fans Roma yang tak terima dengan kekalahan ini mencoba menyerang fans Liverpool di luar stadion. Ada laporan yang mengatakan, fans Roma menyerang fan Liverpool dengan botol, bom asap, batu, dan beberapa penusukan. Peristiwa ini yang nantinya akan memicu kejadian tragis setahun sesudahnya di Stadion Heysel, Belgia.


Sumber: Wikipedia, liverpool19.wordpress.com, dan berbagai sumber