Boot Room, Ruang Sempit Dan Kisah Kejayaan Liverpool

Monday, December 30, 2019




Sebenarnya sulit buat saya untuk membahas tentang sebuah ruang disalah satu sudut Anfield ini, selain karena memang sudah tak ada lagi dimasa sekarang, saya cukup kesulitan mencari artikel yang lengkap tentang Boot Room ini. Namun saya akan mencoba sedikit menulis tentang Boot Room dalam kesempatan ini, mencoba memberikan sedikit gambaran tentang Boot Room, dan tentunya lebih lanjut saya berharap tulisan saya ini dapat menjadi sebuah diskusi saya dan teman-teman yang mungkin tak sengaja membacanya. Boot Room seperti sebuah legenda, sebuah ruang yang tak terlalu besar yang terletak dibawah stan utama Anfield pada masa lalu. Sebuah ruang yang konon menghasilkan ide-ide briliant yang menghantarkan Liverpool pada masa kejayaan selama kurang lebih 40 tahun.

Entah siapa yang memulai pertama kali untuk membuka diskusi di ruangan penyimpanan sepatu yang tak terlalu besar ini, namun Boot Room memang lekat dengan nama Bill Shankly, Manager Liverpool pada saat itu. Selain Shankly, ada Bob Paisley, Joe Fagan, Ronnie Moran, Tom Saunders dan Reuben Bennett yang sering berdiskusi di Boot Room ini. Kelima orang inilah yang banyak disebut orang-orang sesudahnya sebagai The Boot Room Boys. Mereka berkumpul pada hari minggu diruangan dengan karpet tipis, kalender dinding tanpa pencahayaan yang alami, ruangan ini seperti sebuah sudut ruang yang sederhana, bahkan seperti gudang. Selama kurang lebih 40 tahun, Boot Room menjadi pusat dari sebuah kejayaan Liverpool FC, tempat ini juga berfungsi sebagai suite pasca pertandingan bagi para manager untuk sekedar menikmati scotch dari cangkir teh. Bahkan dalam sekali kesempatan, Paisley pernah berkata bahkan Boot Room tidak saja mendiskusikan tentang sepakbola, tapi terkadang beberapa dari mereka berbicara tentang politik dan kehidupan para pemainnya.

Seperti sebuah legenda, Boot Room adalah kuil suci yang menjadi cikal bakal bagaimana Liverpool begitu digdaya di tanah Inggris bahkan Eropa. 29 gelar utama termasuk 13 gelar Liga Inggris dan 4 gelar Eropa menjadi bukti betapa hebatnya Liverpool saat itu. Bahkan ketua Watford saat itu, Elton John pernah mengungkapkan, dia merasa jauh lebih gugup saat mengunjungi tempat suci Liverpool ketimbang harus berhadapan dengan 100,000 penggemarnya di Amerika. Pada dasarnya, Boot Room adalah tempat berkumpul mereka yang mempunyai kecintaan yang sama terhadap sepakbola dan kesetiaan terhadap Liverpool. Tempat Paisley dan Moran mencatat detai latihan, cedera, formasi dan kelemahan lawan. Satu lagi yang tak kalah penting dari perjalanan panjang Liverpool adalah, bagaimana ide yang lahir dari Boot Room untuk membuang celana pendek putih dan kaus kaki bergaris serta menggantinya dengan keseluruhan berwarna merah. Ketika Liverpool memakai untuk pertama kalinya, seragam merah mereka membawa Liverpool menjungkalkan Anderlecht 3-0 digelaran Eropa.

Boot Room hanyalah sebuah ruangan, ya pelaku sentral adalah orang-orang didalamnya. Setiap orang yang kita kenal dengan sebutan The Boot Room Boys memegang peranan masing-masing. Paisley adalah seorang ahli taktik yang mampu melihat target transfer. Bennett adalah yang palingan dekat dengan Shankly, dia dalah penghubung antara target Paisley ke manager saat itu, Shankly. Joe Fagan adalah perekat yang menyatukan kesemuannya, konon Fagan lah yang membawa peti bir kedalam Boot Room yang memang menjadi salah satu ciri khas ruangan itu selain deretan sepatu-sepatu kotor. Selain Shankly, dalam sejarahnya Boot Room pernah dijalankan oleh Paisley, Fagan dan Dalglish. Meski Dalglish bukanlah produk asli Boot Room tapi dia mampu menjalankan tugasnya dan paham arti nilai-nilai Boot Room. Barulah pada masa kepemimpinan Graeme Souness Boot Room mulai ditinggalkan, bahkan dihancurkan dan dialih fungsikan menjadi ruang pers klub.

Mungkin hanya segini yang bisa saya tulis tentang Boot Room pada posting kali ini, mungkin di lain waktu bila saya mendapatkan artikel atau pengetahuan lain tentang Boot Room saya akan mencoba menulis lagi. Apa yang saya tulis diatas saya sadur dari beberapa artikel yang bermunculan di google, dan harapan kritik serta saran dalam penulisan akan sangat membantu saya untuk memperbaiki kualitas postingan berikutnya. Terima kasih...


source: wikipedia, ligalaga dan berbagai sumber

All You Need is Rushie

Friday, December 20, 2019



Namanya abadi dalam lagu yang sering dinyanyikan oleh para pendukung Liverpool FC. Bila kalian dengar atau suka dengan lagu Poor Scouse Tommy, yap kalian akan menemukan nama Rush diakhir bait lagu tersebut. Menceritakan bagaimana Rush mencetak 4 gol ke gawang Everton. Yap pada laga yang dihelat pada 6 November 1982 dikandang Everton, bahkan andai saja tidak membentur tiang, maka Rush akan mencatatkan namanya 5 kali di papan skor pada pertandingan itu.

Ya kali ini, setelah lama absen menulis di blog ini saya kembali dan mencoba mengangkat nama Ian Rush. Seorang legenda dan seorang pemain besar yang pernah dimiliki Liverpool FC. Rush lahir dan dibesarkan bersama 4 saudara perempuan dan 5 saudara laki-lakinya disebuah desa bernama St. Asaph, Wales Utara. Di usia 13 tahun Rush bermain untuk klub sekolah dasar Deeside, berkat kehebatannya dalam mencetak gol, Rush banyak diincar oleh scout klub-klub besar. Liverpool dan Manchester United menjadi pemburu terdepan untuk mendapatkan jasa Ian Rush. Chester menjadi tempat terakhir Rush sebelum akhirnya direkrut oleh Liverpool dengan mahar 300,000 pound, harga yang cukup mahal kala itu untuk seorang pemuda 19 tahun.

Adalah Geoff Twentyma, scout Liverpool yang sering menyaksikan pertandingan Chester, merekomendasikan Rush pada Paisley. Rush meninggalkan Chester setelah mencetak 17 gol dalam 39 laga. Rush melakukan debut bersama Liverpool dalam hasil imbang melawan Ipswich pada 13 Desember 1980 menggantikan Kenny Dalglish yang terpaksa keluar karena cedera pergelangan kaki. Seorang anak muda yang dibesarkan sebagai seorag pendukung Everton, awal musim Rush di tim senior Liverpool tidak berjalan mulus. Rush melakoni 9 laga bersama Liverpool tanpa satu pun gol, meski Rush telah mencetak 12 gol dalam 30 laga bersama Liverpool Reserve.

30 September 1981, Liverpool menjamu Oulu Palloseura, tim asal Finlandia di ajang Piala Eropa. Meski masuk sebagai pemain pengganti, Rush berhasil menyarangkan sebuah gol dari 7 gol yang tercipta pada pertandingan itu. Momentum terbaik datang ketika David Johnson terluka, Rush berpeluang mengambil alih posisi yang ditinggalkan Johnson. Dua gol melawan Exeter di Pila LIga dan sepasang gol saat melawan Leeds dipertandingan Liga. Puncaknya adalah sebuah gol di Wembley dalam partai Final piala Liga melawan Spurs, Liverpool menang 3-1 dengan dua gol sisa dicetak Ronnie Whelan. Setelah musim sebelumnya, Rush merasa frustasi karena sulit mendapatkan tempat di tim utama, kini Rush menjelma menjadi pemain yang paling menjanjikan.

Musim 1983/1984, bisa jadi adalah musim terbaik Ian Rush bersama Liverpool, 47 gol ditorehnya saelama satu musim. Memenangi Piala Champion dan menjadi top skor Eropa membuat Rush diganjar sepatu emas. Catatan lainnya, dengan 47 gol nya dalam satu musim, Ian Rush memecahkan rekor yang selama 20 tahun dipegang Roger Hunt dengan 41 gol nya.  Ian Rush adalah salah satu pemain terbesar yang pernah dimiliki Liverpool, namanya abadi dalam lagu yang biasa dinyanyikan oleh fans. Sepertinya tak akan cukup membahas bagaimana kehebatan Ian Rush dalam satu kolom posting blog ini, mungkin dalam masa yang akan datang saya akan mencoba menulis lagi tentang perjalanan karier Ian Rush bersama Liverpool.



sumber: lfchistory, dan berbagai sumber